Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 16:43
First topic message reminder :
——————— Gerakan CICAK dan Sejarah Kisah Cicak Melawan Buaya ———————
" ... cak kok mau melawan buaya ..." (Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol. Susno Duadji, Majalah TEMPO 6-12 Juli 2009)
Dalam beberapa hari terakhir ini, kemunculan Cicak menjadi perhatian unik tatkala Cicak dikatakan akan melawan Buaya. Yang pasti, bukanlah cicak dan buaya yang sesungguhnya. Cicak merupakan gerakan Cinta Indonesia Cinta KPK yang muncul sebagai respons pernyataan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Polisi Susno Duadji (Kabareskrim SD) dalam wawancara majalah Tempo Edisi 6-12 Juli 2009 yang mengatakan KPK sebagai Cicak, sementara Kepolisian adalah Buaya.
Kita tahu bahwa dengan kasus Antasari, lembaga KPK mulai terasa digembosi oleh berbagai pihak. Jauh sebelumnya, pada April 2008, Ahmad Fauzi- anggota DPR dari Partai Demokrat meminta KPK dibubarkan [sumber]. Dua bulan yang lalu, Nursyahbani Katjasungkana, anggota DPR dari fraksi PKB meminta KPK tidak mengambil keputusan alias tidak usah kerja lagi untuk proses penyelidikan korupsi yang membutuhkan keputusan terkait kasus Antasari [sumber]. Dan 3 minggu yang lalu 24 Juni 2009, Pak SBY mengatakan KPK telah menjadi lembaga superbody sehingga wewenangnya butuh diwanti (dikurangi wewenangnya). [Kompas Cetak] Dan terakhir pernyataan Kabareskrim SD yang mengatakan "ibaratnya, di sini buaya di situ cicak. Cicak (KPK) kok melawan buaya (Polisi)" [sumber]
Pernyataan SD langsung menuai antipati dari para aktivis LSM anti korupsi dengan menggantikan simbol tikus sebagai koruptor dengan simbol buaya [simbolisasi lembaga kepolisian dari Komjen Pol. SD]. Selama ini, tikus selalu diidentikkan dengan koruptor karena sifatnya yang suka menggerogoti barang. Namun, sekarang tikus harus mengalah dari buaya. Sebab, koruptor, saat ini diidentikkan dengan buaya.
SD gerah ketika telepon genggamnya tersadap oleh KPK. Penyadapan itu terkait dengan penanganan kasus Bank Century. Dalam pembicaraan tersebut, SD deal-dealan dengan pihak Boedi Sampoerna yang akan memberi Rp 10 miliar bila depositonya berhasil dicairkan dari Bank Century.
Susno menyatakan dirinya tak marah atas penyadapan itu. "Saya hanya menyesalkan," ujarnya. Lulusan Akademi Kepolisian 1977 ini menyebut penyadapan itu sebagai tindakan dodol. Sehingga, ujarnya, ia justru sengaja mempermainkan para penyadap dengan cara berbicara sesuka hati.
Sebelumnya, polisi memeriksa Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah lantaran disebut-sebut melakukan penyadapan tak sesuai prosedur dan ketentuan. Pemeriksaan Chandra dituding sebagai upaya polisi untuk melumpuhkan komisi yang galak terhadap koruptor itu. Apa yang terjadi sebenarnya? Pekan lalu, wartawan Tempo Anne L. Handayani, Ramidi, dan Wahyu Dhyatmika menemui Susno Duadji di ruang kerjanya untuk sebuah wawancara. Berikut petikan wawancara tersebut.
Polisi dituduh hendak menggoyang KPK karena memeriksa pimpinan KPK dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang penyadapan. Komentar Anda?
Kalangan pers harus mencermati, apakah karena dia (Chandra Hamzah) pimpinan KPK lalu ada masalah seperti ini tidak disidik. Katanya, asas hukum kita, semua sama di muka hukum. Jelek sekali polisi kalau ada orang melanggar undang-undang lalu dibiarkan. Kami sudah berupaya netral dan menjadi polisi profesional.
Apa memang ditemukan penyalahgunaan wewenang untuk penyadapan itu?
Saya tidak mengatakan penyalahgunaan atau apa. Silakan masyarakat menilai. Menurut aturan, yang boleh disadap itu orang yang dalam penyidikan korupsi. Kalau Rhani Juliani, apa itu korupsi? Dia bukan pengusaha, bukan pegawai negeri, bukan juga rekanan dari perusahaan. Kalau korupsi, korupsi apa, harus jelas.
Tapi sikap Anda ini dinilai menggembosi KPK?
Kalau kami mau menggembosi itu gampang. Tarik semua personel polisi, jaksa. Nanti sore juga bisa gembos. Lalu Komisi III nggak usah beri anggaran. Kami berteriak-teriak ini supaya baik republik ini.
Kami mendapat informasi, saat diperiksa Antasari membeberkan keburukan pimpinan KPK yang lain.
Saya tidak tahu, tanya ke Antasari. Lha, sekarang kalau pimpinannya yang mengatakan lembaga itu bobrok, berarti parah, dong. Dia kan yang paling tahu. Dia kan pimpinannya.
Ada kesan polisi dan KPK justru berkompetisi, bukan bersinergi. Benar?
Tidak, yang melahirkan KPK itu polisi dan jaksa. Saya anggota tim perancang undang-undang (KPK). Kami sangat mendukung. Tapi karena opini yang dibentuk salah, seolah-olah jadi pesaing. Padahal 125 personel yang melakukan penangkapan dan penyelidikan (di KPK) itu kan personel polisi. Penuntutnya juga dari kejaksaan. Kalau nggak gitu, ya matek (mati) mereka. Jadi, tak benar jika dikatakan ada persaingan
Anda, kabarnya, juga akan ditangkap tim KPK karena terkait kasus Bank Century?
Ah, ya enggak, itu kan dibesar-besarkan. Mau disergap, timbul pertanyaan siapa yang mau menyergap. Mereka kan anak buah saya. Kalau bukan mereka, siapa yang mau nangkap? Makanya, Kabareskrim itu dipilih orang baik, agar tidak ditangkap.
Kalau penyidik KPK yang menangkap?
Mana berani dia nangkap?
Karena adanya berita itu, Anda katanya marah sekali sehingga kemudian memanggil semua polisi yang bertugas di KPK?
Tidak, saya tidak marah. Mereka kan anak buah saya. Mereka pasti memberi tahu saya. Saya cuma kasih tahu kepada mereka, gunakan kewenangan itu dengan baik.
Apa benar Anda minta imbalan untuk penerbitan surat kepada Bank Century agar mencairkan uang Boedi Sampoerno?
Imbalan apa? Apanya yang dikeluarkan? Semua akan dibayar, kok. Bank itu tidak mati, semua aset diakui dan ada. Terus apa lagi yang mesti diurus? Yang perlu diurus, uang yang dilarikan Robert Tantular itu.
Jadi, apa konteksnya saat itu Anda mengirim surat ke Bank Century?
Konteksnya, saya minta jangan dicairkan dulu rekening yang besar-besar. Kami teliti dulu. Paling besar kan punya Boedi Sampoerna, nilainya triliunan rupiah. Kami periksa dulu, kenapa Boedi Sampoerna awalnya nggak mau melaporkan.
Menurut Anda, kenapa ada pihak yang berprasangka negatif kepada Anda?
Kalau orang berprasangka, saya tidak boleh marah, karena kedudukan ini (Kabareskrim) memang strategis. Tetapi saya menyesal, kok masih ada orang yang dudul. Gimana tidak dudul, sesuatu yang tidak mungkin bisa ia kerjakan kok dicari-cari. Jika dibandingkan, ibaratnya, di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya. Apakah buaya marah? Enggak, cuma menyesal. Cicaknya masih dodol saja. Kita itu yang memintarkan, tapi kok sekian tahun nggak pinter-pinter. Dikasih kekuasaan kok malah mencari sesuatu yang nggak akan dapat apa-apa.
Ada Apa dengan Aparat Kepolisian [ sumb-1, sumb-2]
Dua lembaga penegakan hukum di Indonesia yakni Kejaksaan dan Kepolisian selama ini mendapat cap buruk sebagai sarang korupsi dan sarang tindakan kriminal. Pada tahun 2008, Polri mendapat peringkat pertama sebagai lembaga publik terkorup di Indonesia [TII, 2008]. Sedangkan 2009, giliran lembaga peradilan/kejaksaan mendapat æjuara" kedua sebagai lembaga terkorup setelah DPR. [TTI, 2009]. Belum cukup sampai disana, pada 24 Juni 2009, Amnesti Internasional merilis dokumen setebal 89 halaman berjudul "Urusan Yang Tak Selesai: Pertanggungjawaban Kepolisian di Indonesia" dengan inti laporan adalah kepolisian Indonesia melakukan penyiksaan, pemerasan, dan kekerasan seksual terhadap tersangka yang mana perilaku ini sebagai budaya melanggar hukum pada 2008 dan 2009 [sumber,2009]
Dan blunder yang paling panas adalah pernyataan Kabareskrim MSD yang menyatakan petinggi kepolisian tidak dapat disentuh oleh KPK. Pernyataan SD ini membawa ingatan kita pada perseteruan antara polisi dengan Independent Commission Against Corruption (ICAC), lembaga pemberantasan korupsi di Hongkong (Kompas, 2 Juli 2009).
Pada tahun 1977, "KPK Hongkong" tersebut membongkar kasus korupsi Kepala Polisi Hongkong yang tertangkap tangan menyimpan aset sebesar 4,3 juta dollar Hongkong dan menyembunyikan uang 600.000 dollar AS. Akibatnya, beberapa saat kemudian, Kantor ICAC digempur oleh polisi Hongkong. Setelah pengadilan memutuskan bahwa Kepala Polisi tersebut memang terbukti bersalah dan ICAC terbukti bersih, maka Hongkong pun kini dikenal sebagai negara yang relatif bersih dari tindak pidana korupsi. Dan fakta ini tak lepas dari kinerja ICAC.
Berikut petikan wawancara dengan seorang aktivitis CICAK yang dirilis di Politikana.
Kenapa ada gerakan solidaritas CICAK untuk KPK? Bukankah, sebagaimana diberitakan media, KPK lembaga super?
KPK memang betul lembaga super, karena superioritas KPK ini, kami dari CICAK yakin, banyak pihak yang tidak suka dan mulai menyarangkan serangan tersistematisir terhadap KPK. Ini bukan kami mendramatisasi atau lebay lho, tapi coba Anda lebih jeli deh. KPK adalah lembaga super yang bertugas memberantas korupsi di Indonesia. Kenapa disebut super? Karena KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai pemeriksaan di pengadilan. Kewenangan penyelidikan dan penyidikan selama ini dikerjakan oleh kepolisian. Sedangkan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan dikerjakan oleh kejaksaan. Jadi kerja dua instansi penegak hukum dikerjakan oleh KPK.
Tambah lagi, dalam UU KPK no.30/2002, disebutkan untuk mengadili penuntutan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK, pengadilan yang berwenang adalah pengadilan korupsi. Artinya, dibentuk pengadilan baru. Kekhususan pengadilan korupsi ini terutama dari komposisi hakimnya yang terdiri dari hakim pengadilan negeri dan hakim ad-hoc serta proses beracara. Hakim ad-hoc adalah hakim tambahan yang bukan berasal dari hakim karir, dari unsur masyarakat.
Kewenangan super KPK lainnya adalah KPK berwenang untuk mengambil alih penyidikan yang sedang dikerjakan polisi. Apabila KPK mengambil alih penyidikan kasus, maka pihak kepolisian harus menyerahkan kasus tersebut dalam kurun waktu 14 hari pada KPK dan kepolisian tidak berwenang lagi menangani perkara tersebut.
Waks! Betul-betul super ya KPK ini. Bisa banyak musuh dong KPK?
Iya. Terutama musuh KPK adalah para koruptor, oknum pejabat dan aparat yang korup. Hal ini menjelaskan mengapa kami beranggapan ada serangan tersistematisir pada KPK
Ah, dasar cicak paranoid. Lembaga super begitu gimana mau diserang?
Anda sudah baca kan betapa superiornya kewenangan KPK dibanding aparat penegak hukum lain? Belum lagi kewenangan KPK lain seperti penyadapan, pencekalan, blokir rekening, perintah pemecatan sampai membina kerjasama dengan Interpol. Dengan sedemikian banyak kewenangan, para koruptor tentu perlu merapatkan barisan untuk melumpuhkan KPK.
Tadi Anda bilang ada upaya sistematisir penyerangan terhadap KPK. Seperti apa sih?
Contoh paling mudah dengan tertunda-tundanya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor. Memang betul sekarang ada pengadilan korupsi, tapi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), untuk peradilan korupsi, harus diatur dalam UU tersendiri, tidak bisa menclok dalam UU KPK seperti sekarang. Nah masalahnya, dalam putusan MK tersebut ada jangka waktu, yaitu paling lambat tanggal 19 Desember 2009, harus sudah terbentuk UU Pengadilan Korupsi baru. Sedangkan nasib RUU itu sendiri sekarang masih dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR. Dari limapuluh (50) anggota Pansus, hanya duapuluh (20) orang yang terpilih kembali. Masa sidang yang tersisa adalah dari 14 Agustus 2009 sampai 30 September 2009. Singkat kan? Itu baru sekedar contoh.
Kemudian seperti yang diberitakan oleh majalah Tempo edisi 6-12 Juli 2009, dilakukan pemeriksaan atas Wakil Pimpinan KPK Bagian Penindakan Chandra M. Hamzah atas dugaan penyadapan handphone Rhani dan Nasrudin. Menurut kami, pemeriksaan tersebut terlalu mengada-ada. Bukankah penyadapan bagian dari kewenangan KPK? Bisa dilihat di UU KPK No.30/2002 pasal 12 ayat 1 huruf a.
Nah waktu itu ada wawancara di majalah mingguan terkemuka nasional, yang mewawancarai seorang petinggi kepolisian. Di wawancara tersebut, bapak polisi menyebut soal cicak dan buaya. Apakah ada hubungannya?
Oh, maksud Anda berita di majalah Tempo 6-12 Juli yang judulnya Ramai-Ramai Gembosi KPK? Terus terang kami dari gerakan CICAK merasa berterima kasih karena berdasarkan wawancara itu istilah æcicakÆ pertama kali muncul dan membuat kami makin terinspirasi untuk membuat suatu gerakan.
Apakah gerakan CICAK ditunggangi parpol?
Coba Anda perhatikan, selama ini justru kami para cicak yang menunggangi parpol. Sayangnya tunggang-menunggang sulit efektif kalau melibatkan parpol, apalagi mereka menyuarakannya hanya lima tahun sekali. Tolong catat ya.
Apakah "Kami CICAK" ini gerakan anti aparat?
Tentu tidak. Mengapa kami harus anti aparat penegak hukum? Tidak masuk logika dong, pemberantasan korupsi tanpa melibatkan aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Jangan membuat orang berfantasi yang tidak sehat ah.
Lho, kalau begitu, kenapa sebut-sebut buaya? Terus apa hubungannya dengan cicak? Kan buaya tidak makan cicak?
Pertama, tahu darimana Anda buaya tidak makan cicak? Memang Anda buaya? Kedua, buaya itu personifikasi semua yang buruk dari korupsi/koruptor. Memang kasihan sih buayanya, tapi kami yakin penampakan buaya dimanapun pasti bikin ngeri. Sama seperti koruptor. Ketiga, cicak itu melambangkan kami yang jumlahnya banyak tapi sering tak diperhitungkan partisipasinya, sering dilupakan tapi sering apes terjepit pintu atau tertindih lemari. Persis seperti cicak. Keempat, meski buaya dan cicak sama-sama reptil, sama seperti kami dengan koruptor yang sama-sama manusia, tapi kami tidak mau mengambil apa yang bukan hak kami, tidak seperti koruptor.
Menurut Anda, penting ya mendukung gerakan KAMI CICAK ini?
Sekarang coba jangan gunakan kata "Anda" lagi. Gunakan kita. Karena kita sama-sama anti korupsi, kita percaya Indonesia kita ini, yang kita harus rawat sebaik-baiknya, akan lebih baik tanpa korupsi. Dan kita, seperti cicak yang sering tak berdaya, tidak dianggap dan terjepit, mampu dan berani bersuara melawan buaya koruptor
Wah, sepertinya Anda kompor betul ya!
Jangan gunakan Anda lagi! Anda, saya, kita semua, para cicak, akan mendeklarasikan GERAKAN CICAK. Tunggu tanggal mainnya.
Tunggu, tunggu, pertanyaan terakhir. Jadi siapa sebenarnya cicak?
Siapa itu cicak? Cicak itu anda, saya dan kita semua! Hidup CICAK (Cinta Indonesia, Cinta KPK)
. . . . . . .
Kita tahu apa dan siapa yang dimaksud sebagai cicak. Perumpamaan æcicakÆ jelas merupakan upaya pengkerdilan dan melemahkan gerakan anti-korupsi. Bila untuk mendukung gerakan anti-korupsi harus menjadi æcicakÆ, marilah kita semua menjadi cicak. Anda cicak, saya cicak, kita semua cicak. Dan mereka buaya.
Beberapa catatan penting, sudah saya bold atau beri warna pink dan merah.
Namun, sekali lagi diingatkan bahwa gerakan cicak bukan berarti gerakan anti kepolisian. Gerakan CICAK adalah gerakan solidaritas atas upaya melemahkan fungsi KPK untuk memberantas korupsi secara independen! Yang menjadi perlawanan CICAK adalah oknum yang berusaha mengkerdilkan KPK!
Bangkit dan lawan segala bentuk tindak pidana korupsi di negeri ini!
Tulisan-tulisan di atas merupakan kumpulan tulisan di :
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:01
Krisis Kepercayaan Rakyat Kepada Wakilnya
leonisecret
Kita sedang mengalami krisis kepercayaan. Itulah yang terjadi saat ini. Rakyat kurang percaya pada wakilnya yang di DPR atau pemerintahan, wakil Rakyat kurang percaya pada Presiden, Partai satu curiga kepada partai yang lain, begitu pula sebaliknya. Inilah saatnya untuk dikembalikan kepercayaan itu.
Dalam kasus Bibit-Chandra misalnya. Presiden dalam pidatonya mengintruksikan kepada Jaksa Agung dan Kapolri untuk menghentikan kasus Bibit-Chandra melalui mekanisme Hukum. Tetapi karena rakyat sudah terlanjur tidak percaya kepada Jaksa Agung dan Kapolri, juga Presiden, mengakibatkan banyak demo dan protes keras dari rakyat. Yang dikhawatirkan, bila kasus kembali ditangani oleh Jakgung dan Kapolri yang ada bakal blunder lagi. Yah, akhirnya dugaan itu tidak terbukti, karena sore tadi, 1 Desember 2009, Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas kasus Bibit-Chandra diterbitkan, meski Komisi III masih memperdebatkan mekanismenya mengapa harus SKPP bukan deponering.
Begitu pula dengan kasus Century Gate. Tadi pagi, 1 Desember 2009, rapat DPR mengagendakan pengesahan Hak Angket DPR atas kasus Bank Century. Elemen mahasiswa dan pergerakan rakyat bersatu turun ke jalan, berdemo di depan gerbang Gedung MPR/DPR. Memang rakyat sudah sulit mempercayai wakil rakyatnya di DPR, sehingga keberadaan di sana adalah untuk memberikan dorongan dan bersiap-siap melakukan aksi bila DPR tidak serius menyelesaikan kasus ini.
Nah, pengajuan dan pengesahan Hak Angket atas kasus Bank Century ini merupakan kesempatan baik untuk mengembalikan kepercayaan rakyat. Dan, untunglah, Hak Angket akhirnya disahkan siang tadi.
Bagian yang lucu adalah dalam rapat itu sendiri. Terjadi perdebatan keras di antara anggota Dewan. Pimpinan Sidang yang juga Ketua DPR RI, Marzuki Alie, berpendapat bahwa Sidang kali ini tidak perlu membacakan isi Hak Angket karena sudah dibicarakan di Badan Musyawarah sebelumnya dan Agenda kali ini hanya untuk pengesahannya. Sementara sebagian anggota Dewan menganggap penting karena Sidang Paripurna merupakan forum tertinggi jadi perlu adanya penyampaian pendapat. Alasan lainnya adalah karena anggota Dewan selain dari Partai Demokrat khawatir bila Hak Angket tidak dibacakan di depan rakyat (acara ini live di TV Nasional) maka akan sama saja dengan masih ada yang ditutup-tutupi.
Rakyat yang demo di depan Gedung atau yang menonton acara rapat DPR melalui televisi, mungkin juga berpendapat sama dengan saya, yang penting Hak Angket disahkan, tidak perlu buang waktu lagi. Perdebatan yang terlihat semakin lama semakin tidak sehat di ruang sidang tadi justru mengaburkan esensi dari alasan diadakannya Sidang, tampak over. Satu pihak beranggapan tidak transparan, pihak yang lain beranggapan terlalu dipolitisasi.
Ya, itulah pemandangan nyata yang terjadi di negara kita, krisis kepercayaan dari satu pihak ke pihak yang lain, di mana seharusnya mereka saling bekerjasama demi kepentingan rakyat dengan memberikan pelajaran politik yang baik, bukan politik ala preman. Krisis ini memang dimulai karena ketidakseriusan Pemerintah memberantas korupsi dan mafia peradilan, bahkan tampak seperti pelindung bagi mereka. Semoga dengan semakin transparannya penyelesaian hukum dan tetap konsistennya pengawasan dari rakyat, kepercayaan itu akan kembali.
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:03
Polisi Periksa Aktivis Bendera Pekan Ini
Terlapor adalah Koordinator Bendera Mustar Bonaventura dan aktivis Bendera Ferdi Semaun.
Pipiet Tri Noorastuti, Sandy Adam Mahaputra
Century Bank (VIVAnews/Tri Saputro)
VIVAnews - Kepolisian Daerah Metro Jaya segera melakukan pemeriksaan terhadap dua aktivis Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera). Pemeriksaan terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan enam tokoh dan pejabat.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar, mengatakan, dua terlapor itu akan diperiksa sebagai saksi sebelum akhir pekan ini. "Untuk aktivis Bendera kemungkinan besar iya," katanya, Rabu, 2 Desember 2009.
Terlapor adalah Koordinator Bendera Mustar Bonaventura dan aktivis Bendera Ferdi Semaun.
Selain terlapor, polisi juga akan memeriksa enam saksi lainnya yang mengetahui dan terkait publikasi aliran dana Bank Century yang dilakukan Bendera pada Senin, 30 November 2009. "Minggu ini kami fokus penyusunan rencana penyidikan," ujarnya.
Enam tokoh dan pejabat yang melapor adalah Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menegpora Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, CEO Fox Indonesia Choel Mallarangeng, dan putra presiden, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas Yudhoyono.
Bendera menyebut eksplisit nama lembaga, partai politik, dan orang yang diduga menerima aliran dana Bank Century, berikut besaran uangnya, mulai dari Rp 10 miliar sampai Rp 700 miliar. Mereka menyebut total dana Century yang mengalir kepada pejabat politik mencapai Rp 1,8 triliun.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:04
Aliran Dana Century
PPATK Tak Punya Data Aliran Dana Rp 1,8 T
PPATK sendiri hanya memiliki data 59 transaksi yang melibatkan 51 nasabah.
Umi Kalsum, Anggi Kusumadewi
ppatk.go.id
VIVAnews - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Ali memastikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tidak memiliki data aliran dana sebesar Rp 1,8 triliun ke partai politik dan sejumlah individu.
Sebelumnya aktivis Bendera, Ferdi Semaun, mengungkapkan uang senilai Rp 1,8 triliun yang diterima pejabat dan partai politik. Pihak-pihak yang diduga penerima adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerima dana Rp 200 miliar, LSI Rp 50 miliar.
Kemudian, FOX Rp 200 miliar, Partai Demokrat Rp 700 miliar, Edhie Baskoro Yudhoyono Rp 500 miliar, Hatta Radjasa Rp 10 miliar, Mantan Panglima TNI, Djoko Suyanto Rp 10 miliar, mantan Jubir Presiden Andi Malarangeng Rp 10 miliar, Rizal Malarangeng Rp 10 miliar, Choel Malarangeng Rp 10 miliar, dan Pengusaha Hartati Murdaya Rp 100 miliar. Ketika ditanya sumber data -data tersebut, Ferdi memilih tutup mulut.
Saat DPR meminta PPATK menjelaskan hal ini, Kepala PPATK Yunus Husein, menurut Marzuki Ali mengaku tidak memiliki data tersebut.
"Ternyata berita bahwa ada penerima dana sampai Rp 500 miliar, Rp 700 miliar, itu sumber-sumbernya tidak jelas. PPATK tidak punya data tersebut. Dengan demikian ini clear dan jangan sampai ini fitnah," kata Marzuki di Gedung DPR, Selasa 1 Desember 2009.
PPATK sendiri hanya memiliki data 59 transaksi yang melibatkan 51 nasabah dengan nilai Rp 146 miliar. Transaksi itu berkisar Rp 39 juta sampai Rp 20 miliar.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:05
Bendera Klaim Sumber Miliki Akses ke PPATK
"Karena pemberi informasi memiliki posisi strategis makanya kita jaga."
Ismoko Widjaya, Muhammad Hasits
Aktivis Bendera kencingi foto PM Malaysia Najib Razak (VIVAnews/Sandy Alam Mahaputra)
VIVAnews - Ferdi Simaun, aktivis Benteng Demokrasi Rakyat atau Bendera yang juga aktivis '98 menolak membeberkan narasumber yang memiliki data aliran dana Bank Century. Narasumber itu disebutkan memiliki akses ke PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kami tidak akan membuka data-data lengkap di forum ini. Karena kami menjaga narasumber kami yang saat ini mempunyai akses di PPATK. Jadi, saya harus melindungi untuk menjaga keselamatannya," kata Ferdi Simaun di Sekretariat Bendera, Jakarta, Rabu 2 Desember 2009.
Maka itu, Ferdi dan aktivis lainnya meminta agar aliran dana Century ini dibuka secepatnya. Alasan lain Ferdi tak membuka lengkap dan membeberkan data narasumber adalah karena ini bagian dari strategi perjuangan.
"Kami akan penuhi panggilan (polisi) supaya pengusutan Bank Century ini tuntas. Tapi, nama Boediono dan Sri Mulyani harus dipanggil terlebih dahulu biar fair," ujar dia.
Ferdi dan rekan aktivis lain khawatir bila nanti memenuhi panggilan sekarang, maka akan ada manipulasi data. "Karena pemberi informasi memiliki posisi strategis makanya kita jaga," ujar dia.
Selasa 1 Desember kemarin, enam mantan Tim Sukses SBY-Boediono itu melaporkan dua aktivis Bendera. Dua orang yang dilaporkan yakni, Koordinator Bendera Mustar Bonaventura dan aktivis Bendera Ferdi Semaun.
Laporan itu dibuat oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menegpora Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, CEO Fox Indonesia Choel Mallarangeng, dan putra Presiden SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas Yudhoyono.
LSM Bendera memiliki data bahwa dana Century yang diterima para pejabat mencapai Rp 1,8 triliun. Menurut aktivis Bendera, Ferdi Semaun, nama-nama penerima itu adalah KPU sebesar Rp 200 miliar, LSI sebesar Rp 50 miliar, FOX Indonesia sebesar Rp 200 miliar dan Partai Demokrat sebesar Rp 700 miliar.
Selain itu, Bendera juga menyebut Edhie Baskoro Yudhoyono menerima Rp 500 miliar, Hatta Radjasa sebanyak Rp 10 miliar, mantan Panglima TNI Djoko Suyanto Rp 10 miliar, mantan Jubir Presiden Andi Malarangeng Rp 10 miliar, Rizal Malarangeng Rp 10 miliar, Choel Malarangeng Rp 10 miliar, dan Pengusaha Hartati Murdaya Rp 100 miliar.
Ketika ditanya sumber data-data itu, Ferdi memilih tutup mulut. Namun ia menegaskan data itu cukup valid.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:06
SBY Minta LPS Beberkan Aliran Dana Century
"Ceritakan ke mana uang itu, tahapannya seperti apa," kata Yudhoyono.
Umi Kalsum, Muhammad Hasits
(VIVAnews/Tri Saputro)
VIVAnews - Tidak hanya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang diminta membuka aliran dana Bank Century yang mencapai Rp 6,7 triliun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga meminta Lembaga Penjamin Simpanan bersikap transparan.
"LPS yang menyalurkan Rp 6,7 triliun. Ceritakan ke mana uang itu, tahapannya seperti apa," kata Yudhoyono di hadapan peserta Kongres Kowani di Istana Negara, Rabu 2 Desember 2009.
Yudhoyono meminta LPS mengungkapkan siapa saja yang menerima dana itu. "BUMN terima berapa, perusahaan terima berapa, perorangan terima berapa," katanya.
Tidak hanya itu, LPS juga diminta mengungkapkan berapa banyak nasabah yang memiliki simpanan di atas Rp 2 miliar, dan nasabah yang simpanannya di bawah Rp 2 miliar. Penjelasan ini penting agar semua yang berkaitan dengan fitnah yang terjadi akhir-akhir ini menyangkut aliran dana bank bisa terang benderang.
Yudhoyono sempat berang dengan isu dugaan orang-orang dekatnya menerima aliran dana bank sebanyak Rp 1,8 triliun.
Sebelumnya LSM Bendera membeberkan nama-nama penerima dana Bank Century. Mereka menyebut total dana Century yang diterima para pejabat mencapai 1,8 triliun.
Kata aktivis Bendera, Ferdi Semaun, diduga nama-nama penerima adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerima dana Rp 200 miliar, LSI Rp 50 miliar.
Kemudian, FOX Rp 200 miliar, Partai Demokrat Rp 700 miliar, Edhie Baskoro Yudhoyono Rp 500 miliar, Hatta Radjasa Rp 10 miliar, Mantan Panglima TNI, Djoko Suyanto Rp 10 miliar, mantan Jubir Presiden Andi Malarangeng Rp 10 miliar, Rizal Malarangeng Rp 10 miliar, Choel Malarangeng Rp 10 miliar, dan Pengusaha Hartati Murdaya Rp 100 miliar.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:07
Aliran Dana Century
SBY: Ini Pembunuhan Karakter
Presiden mengingatkan, rasa 'sakit' bagi orang-orang yang menerima fitnah.
Umi Kalsum, Muhammad Hasits
(Nanang/Humas Kesra)
VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menanggapi isu dugaan orang-orangnya menerima aliran dana sebanyak Rp 1,8 triliun dari Bank Century. Presiden minta tidak ada saling curiga di masyarakat terkait dana bank tersebut.
"Saya minta karena beredar isu dana itu mengalir ke ini ke itu, tak baik saling mencurigai. Buka, tentu ada UU-nya, tetapi saya ingin PPATK kalau ada transaksi yang mencurigakan silakan buka, ada tidaknya transaksi yang mencurigakan yang mengait Rp 6,7 triliun itu, supaya terang benderang," tegas Presiden di hadapan peserta Kongres Kowani di Istana Negara, Rabu 2 Desember 2009.
Presiden mengingatkan, rasa sakit bagi orang-orang yang menerima fitnah telah menerima puluhan atau ratusan miliar. "Kasihan orang yang difitnah, anaknya, cucunya, ayahnya, ibu sendiri kalau difitnah," kata dia.
"Kalau negeri ini terus ada intrik dan fitnah, pembunuhan karakter dan sebagainya, mari buka semuanya, seterang-terangnya agar rakyat makin gamblang," kata dia.
Sebelumnya LSM Bendera membeberkan nama-nama penerima dana Bank Century. Mereka menyebut total dana Century yang diterima para pejabat mencapai 1,8 triliun.
Kata aktivis Bendera, Ferdi Semaun, diduga nama-nama penerima adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerima dana Rp 200 miliar, LSI Rp 50 miliar.
Kemudian, FOX Rp 200 miliar, Partai Demokrat Rp 700 miliar, Edhie Baskoro Yudhoyono Rp 500 miliar, Hatta Radjasa Rp 10 miliar, Mantan Panglima TNI, Djoko Suyanto Rp 10 miliar, mantan Jubir Presiden Andi Malarangeng Rp 10 miliar, Rizal Malarangeng Rp 10 miliar, Choel Malarangeng Rp 10 miliar, dan Pengusaha Hartati Murdaya Rp 100 miliar.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:08
Sore Ini, Hartati Murdaya Laporkan Bendera
Laporan Hartati ini masih terkait tudingan menerima dana Century.
Ismoko Widjaya
Hartati Murdaya (Presidensby.info)
VIVAnews - Enam tokoh dan pejabat yang juga mantan Tim Sukses SBY-Boediono sudah melaporkan aktivis Benteng Demokrasi Rakyat atau Bendera ke polisi. Kini, giliran pengusaha Hartati Murdaya yang akan melapor.
Informasi yang diterima, rencananya Hartati Murdaya akan melaporkan aktivis Bendera ke Polda Metro Jaya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, sekitar pukul 15.00 WIB.
Laporan Hartati ini masih terkait tudingan dirinya yang disebut-sebut menerima aliran dana talangan Bank Century. Laporan serupa juga dilayangkan enam tokoh dan pejabat mantan Tim Sukses SBY-Boediono kemarin.
Enam laporan yang kemarin itu dibuat oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menegpora Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, CEO Fox Indonesia Choel Mallarangeng, dan putra Presiden SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas Yudhoyono.
Kemarin, Ibas Yudhoyono cs itu melaporkan dua aktivis Bendera. Dua orang yang dilaporkan yakni, Koordinator Bendera Mustar Bonaventura dan aktivis Bendera Ferdi Semaun.
Senin 30 November lalu, LSM Bendera menyebutkan total dana Century yang diterima para pejabat mencapai Rp 1,8 triliun. Menurut aktivis Bendera, Ferdi Semaun, nama-nama penerima itu adalah KPU sebesar Rp 200 miliar, LSI sebesar Rp 50 miliar, FOX Indonesia sebesar Rp 200 miliar dan Partai Demokrat sebesar Rp 700 miliar.
Selain itu, Bendera juga menyebut Edhie Baskoro Yudhoyono menerima Rp 500 miliar, Hatta Radjasa sebanyak Rp 10 miliar, mantan Panglima TNI Djoko Suyanto Rp 10 miliar, mantan Jubir Presiden Andi Malarangeng Rp 10 miliar, Rizal Malarangeng Rp 10 miliar, Choel Malarangeng Rp 10 miliar, dan Pengusaha Hartati Murdaya Rp 100 miliar.
Ketika ditanya sumber data-data itu, Ferdi memilih tutup mulut. Namun ia menegaskan data itu cukup valid.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:10
Pembawa Molotov Ditangkap
Polisi Investigasi Rencana Kekacauan di DKI
Pembawa molotov diserahkan ke Densus 88 Anti Teror untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
Eko Priliawito, Sandy Adam Mahaputra
Demo Century (VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis)
VIVAnews - Kepolisian Daerah Metro Jaya terus mendalami adanya kelompok yang akan mengacau situasi politik dan keamanan Jakarta setelah menangkap pengujuk rasa yang kedapatan membawa bom molotov, saat sidang paripurna angket Bank Century digelar di DPR kemarin siang.
Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Fadil Imran mengatakan, tersangka mengakui menerima bayaran untuk melempar tiga bom molotov yang dipegangnya.
"Bahkan untuk mendalami penyelidikan ini, tersangka telah diserahkan ke Detasemen Khusus 88 Anti Teror untuk menjalani pemeriksaan lanjutan," ujarnya Rabu 2 Desember 2009.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Boy Rafli Amar mengatakan, tindakan yang dilakukan tersangka salah satu gambaran adanya usaha untuk mengacaukan stabilitas Ibukota.
Kabid humas menambahkan, tidak tertutup kemungkinan ada kelompok-kelompok tertentu yang berusaha meraih keuntungan dari konflik bank Century.
"Ada yang mencoba memanfaatkan keadaan. Tapi peristiwa lokal ini tidak lantas dapat diartikan adanya usaha makar," ujarnya lagi.
Petugas menangkap Syahroni, 25 tahun, karena kedapatan membawa tiga buah bom molotov, saat aksi unjuk rasa di Gedung DPR RI, mendukung angket Century, Selasa 1 Desember 2009 siang.
Mereka yang melakukan aksi antara lain kelompok Generasi Revolusi Agustus 45, Jaringan Pemuda Penggerak atau Jamper, Prodem, Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), serta mahasiswa dari berbagai universitas.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:12
Pembawa Molotov Dibayar Rp 200 Ribu
Pembawa molotov diserahkan ke Densus 88 Anti Teror untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
Eko Priliawito, Sandy Adam Mahaputra
Demo skandal Bank Century
VIVAnews - Tersangka pembawa bom molotov dalam aksi demonstrasi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, mengaku mendapat bayaran untuk melempar molotov saat unjuk rasa.
Menurut Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Fadil Imran, berdasarkan keterangannya, tersangka mengaku menerima bayaran sebesar Rp 200 ribu untuk melempar tiga bom molotov yang dipegangnya.
"Tersangka mengaku hanya ditugaskan untuk melempar bom molotov dengan bayaran dua ratus ribu rupiah tanpa mengerti apa tujuannya," ujar Fadil Imran kepada wartawan, Rabu 2 Desember 2009.
Bahkan untuk mendalami penyelidikan ini, tersangka telah diserahkan ke Detasemen Khusus 88 Anti Teror untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Kepolisian Daerah Metro Jaya terus mendalami adanya kelompok yang akan mengacaukan situasi politik dan keamanan Jakarta setelah polisi menangkap pengujuk rasa yang kedapatan membawa bom molotov saat sidang paripurna angket bank century digelar di DPR kemarin siang.
Petugas menangkap Syahroni, 25 tahun, karena kedapatan membawa tiga buah bom molotov. Saat ratusan pengunjuk rasa melakuan aksi di Gedung DPR RI, Selasa 1 Desember 2009 siang, untuk mendukung angket Century.
Mereka yang melakukan aksi antara lain kelompok Generasi Revolusi Agustus '45, Jaringan Pemuda Penggerak atau Jamper, Prodem, Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), serta mahasiswa dari berbagai universitas.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:14
KASUS CICAK VS BUAYA :
OC Kaligis dan Gayus Lumbuun Adu Mulut
Adu mulut LIVE di salah satu stasiun TV nasional... awas di pukul :p sumber : video.vivanews.com ... "kasus KPK VS Polri" "CICAK VS BUAYA" ...
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:16
KASUS CICAK VS BUAYA :
Menguak Awal Cicak vs Buaya
Pertarungan antara cicak yang diwakili KPK melawan buaya yang aktori Kepolisian tak terhindarkan. Saat ini kedua pihak cenderung berusaha saling menjatuhkan. Siapa lebih berotot?
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:18
KASUS CICAK VS BUAYA :
Anggodo, Pengatur Skenario Rekayasa KPK
www.okezone.com Reporter/Kameramen: Anggodo Widjojo merupakan adik tersangka kasus suap PT Masaro, Anggoro Widjojo. Anggodo diduga pengatur skenario yang melibatkan sejumlah petinggi di lembaga penegak hukum Indonesia.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:22
KASUS CICAK VS BUAYA :
KILAS BALIK : FAKTA ATAU FIKSI ANALISA?
fakta di balik kriminalisasi kpk dan keterlibatan sby
Apa yang terjadi selama ini sebetulnya bukanlah kasus yang sebenarnya, tetapi hanya sebuah ujung dari konspirasi besar yang memang bertujuan mengkriminalisasi institusi KPK. Dengan cara terlebih dahulu mengkriminalisasi pimpinan, kemudian menggantinya sesuai dengan orang-orang yang sudah dipilih oleh "sang sutradara", akibatnya, meskipun nanti lembaga ini masih ada namun tetap akan dimandulkan.
Agar Anda semua bisa melihat persoalan ini lebih jernih, mari kita telusuri mulai dari kasus Antasari Azhar. Sebagai pimpinan KPK yang baru, menggantikan Taufiqurahman Ruqi, gerakan Antasari memang luar biasa. Dia main tabrak kanan dan kiri, siapa pun dibabat, termasuk besan Presiden SBY.
Antasari yang disebut-sebut sebagai orangnya Megawati (PDIP), ini tidak pandang bulu karena siapapun yang terkait korupsi langsung disikat. Bahkan, beberapa konglomerat hitam — yang kasusnya masih menggantung pada era sebelum era Antasari, sudah masuk dalam agenda pemeriksaaanya.
Tindakan Antasari yang hajar kanan-kiri, dinilai Jaksa Agung Hendarman sebagai bentuk balasan dari sikap Kejaksaan Agung yang tebang pilih, dimana waktu Hendraman jadi Jampindsus, dialah yang paling rajin menangkapi Kepala Daerah dari Fraksi PDIP. Bahkan atas sukses menjebloskan Kepala Daerah dari PDIP, dan orang-orang yang dianggap orangnya Megawati, seperti ECW Neloe, maka Hendarman pun dihadiahi jabatan sebagai Jaksa Agung.
Setelah menjadi Jaksa Agung, Hendarman makin resah, karena waktu itu banyak pihak termasuk DPR menghendaki agar kasus BLBI yang melibatkan banyak konglomerat hitam dan kasusnya masih terkatung –katung di Kejaksaan dan Kepolisian untuk dilimpahkan atau diambilalih KPK. Tentu saja hal ini sangat tidak diterima kalangan kejaksaan, dan Bareskrim, karena selama ini para pengusaha ini adalah tambang duit dari para aparat Kejaksaan dan Kepolisian, khususnya Bareskrim. Sekedar diketahui Bareskrim adalah supplier keungan untuk Kapolri dan jajaran perwira polisi lainnya.
Sikap Antasari yang berani menahan besan SBY, sebetulnya membuat SBY sangat marah kala itu. Hanya, waktu itu ia harus menahan diri, karena dia harus menjaga citra, apalagi moment penahanan besannya mendekati Pemilu, dimana dia akan mencalonkan lagi. SBY juga dinasehati oleh orang-orang dekatnya agar moment itu nantinya dapat dipakai untuk bahan kampanye, bahwa seorang SBY tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi. SBY terus mendendam apalagi, setiap ketemu menantunya Anisa Pohan , suka menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.
Dendam SBY yang membara inilah yang dimanfaatkan oleh Kapolri dan Jaksa Agung untuk mendekati SBY, dan menyusun rencana untuk "melenyapkan" Antasari. Tak hanya itu, Jaksa Agung dan Kapolri juga membawa konglomerat hitam pengemplang BLBI [seperti Syamsul Nursalim, Agus Anwar, Liem Sioe Liong, dan lain-lainnya), dan konglomerat yang tersandung kasus lainnya seperti James Riyadi (kasus penyuapan yang melibatkan salah satu putra mahkota Lippo, Billy Sindoro terhadap oknun KPPU dalam masalah Lipo-enet/Astro, dimana waktu itu Billy langsung ditangkap KPK dan ditahan), Harry Tanoe (kasus NCD Bodong dan Sisminbakum yang selama masih mengantung di KPK), Tommy Winata (kasus perusahaan ikan di Kendari, Tommy baru sekali diperiksa KPK), Sukanto Tanoto (penggelapan pajak Asian Agri), dan beberapa konglomerat lainnya].
Para konglomerat hitam itu berjanji akan membiayai pemilu SBY, namun mereka minta agar kasus BLBI , dan kasus-kasus lainnya tidak ditangani KPK. Jalur pintas yang mereka tempuh untuk "menghabisi Antasari " adalah lewat media. Waktu itu sekitar bulan Februari- Maret 2008 semua wartawan Kepolisian dan juga Kejaksaan (sebagian besar adalah wartawan brodex – wartawan yang juga doyan suap) diajak rapat di Hotel Bellagio Kuningan. Ada dana yang sangat besar untuk membayar media, di mana tugas media mencari sekecil apapun kesalahan Antasari. Intinya media harus mengkriminalisasi Antasari, sehingga ada alasan menggusur Antasari.
Nyatanya, tidak semua wartawan itu "hitam", namun ada juga wartawan yang masih putih, sehingga gerakan mengkriminalisaai Antasari lewat media tidak berhasil.
Antasari sendiri bukan tidak tahu gerakan-gerakan yang dilakukan Kapolri dan Jaksa Agung yang di back up SBY untuk menjatuhkannya. Antasari bukannya malah nurut atau takut, justeru malah menjadi-hadi dan terkesan melawan SBY. Misalnya Antasari yang mengetahui Bank Century telah dijadikan "alat" untuk mengeluarkan duit negara untuk membiayai kampanye SBY, justru berkoar akan membongkar skandal bank itu. Antasari sangat tahu siapa saja operator –operator Century, dimana Sri Mulyani dan Budiono bertugas mengucurkan duit dari kas negara, kemudian Hartati Mudaya, dan Budi Sampurna, (adik Putra Sanpurna) bertindak sebagai nasabah besar yang seolah-olah menyimpan dana di Century, sehingga dapat ganti rugi, dan uang inilah yang digunakan untuk biaya kampanye SBY.
Tentu saja, dana tersebut dijalankan oleh Hartati Murdaya, dalam kapasitasnya sebagai Bendahara Paratai Demokrat, dan diawasi oleh Eddy Baskoro plus Djoko Sujanto (Menkolhukam) yang waktu itu jadi Bendahara Tim Sukses SBY. Modus penggerogotan duit Negara ini biar rapi maka harus melibatkan orang bank (agar terkesan Bank Century diselamatkan pemerintah), maka ditugaskan lah Agus Martowardoyo (Dirut Bank Mandiri), yang kabarnya akan dijadikan Gubernur BI ini. Agus Marto lalu menyuruh Sumaryono (pejabat Bank Mandiri yang terkenal lici dan korup) untuk memimpin Bank Century saat pemerintah mulai mengalirkan duit 6,7 T ke Bank Century.
Antasari bukan hanya akan membongkar Century, tetapi dia juga mengancam akan membongkar proyek IT di KPU, dimana dalam tendernya dimenangkan oleh perusahaannya Hartati Murdaya (Bendahara Demokrat). Antasari sudah menjadi bola liar, ia membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga Kepolisian, Kejaksaan, dan para konglomerat , serta para innercycle SBY. Akhirnya Kapolri dan Kejaksaan Agung membungkam Antasari. Melalui para intel akhirnya diketahui orang-orang dekat Antasari untuk menggunakan menjerat Antasari.
Orang pertama yang digunakan adalah Nasrudin Zulkarnaen. Nasrudin memang cukup dekat Antasari sejak Antasari menjadi Kajari, dan Nasrudin masih menjadi pegawai. Maklum Nasrudin ini memang dikenal sebagai Markus (Makelar Kasus). Dan ketika Antasari menjadi Ketua KPK, Nasrudin melaporkan kalau ada korupsi di tubuh PT Rajawali Nusantara Indonesia (induk Rajawali Putra Banjaran). Antasari minta data-data tersebut, Nasrudin menyanggupi, tetapi dengan catatan Antasari harus menjerat seluruh jajaran direksi PT Rajawali, dan merekomendasarkan ke Menteri BUMN agar ia yang dipilih menjadi dirut PT RNI, begitu jajaran direksi PT RNI ditangkap KPK.
Antasari tadinya menyanggupi transaksi ini, namun data yang diberikan Nasrudin ternyata tidak cukup bukti untuk menyeret direksi RNI, sehingga Antasari belum bisa memenuhi permintaan Nasrudin. Seorang intel polsi yang mencium kekecewaan Nasrudin, akhirnya mengajak Nasrudin untuk bergabung untuk melindas Antasari. Dengan iming-iming, jasanya akan dilaporkan ke Presiden SBY dan akan diberi uang yang banyak, maka skenario pun disusun, dimana Nasrudin disuruh mengumpan Rani Yulianti untuk menjebak Antasari.
Rupanya dalam rapat antara Kapolri dan Kejaksaan, yang diikuti Kabareskrim. melihat kalau skenario menurunkan Antasari hanya dengan umpan perempuan, maka alasan untuk mengganti Antasari sangat lemah. Oleh karena itu tercetuslah ide untuk melenyapkan Nasrudin, dimana dibuat skenario seolah yang melakukan Antasari. Agar lebih sempurna, maka dilibatkanlah pengusaha Sigit Hario Wibisono. Mengapa polisi dan kejaksaan memilih Sigit, karena seperti Nasrudin, Sigit adalah kawan Antasari, yang kebetulan juga akan dibidik oleh Antasari dalam kasus penggelapan dana di Departemen Sosial sebasar Rp 400 miliar.
Sigit yang pernah menjadi staf ahli di Depsos ini ternyata menggelapakan dana bantuan tsunami sebesar Rp 400 miliar. Sebagai teman, Antasari, mengingatkan agar Sigit lebih baik mengaku, sehingga tidak harus "dipaksa KPK". Nah Sigit yang juga punya hubungan dekat dengan Polisi dan Kejaksaan, mengaku merasa ditekan Antasari. Di situlah kemudian Polisi dan Kejaksaan melibatkan Sigit dengan meminta untuk memancing Antasari ke rumahnya, dan diajak ngobrol seputar tekana-tekanan yang dilakukan oleh Nasrudin. Terutama, yang berkait dengan "terjebaknya: Antasari di sebuah hotel dengan istri ketiga Nasrudin.
Nasrudin yang sudah berbunga-bunga, tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya dirinyalah yang dijadikan korban, untuk melengserkan Antasari selama-laamnya dari KPK. Dan akhirnya disusun skenario yang sekarang seperti diajukan polisi dalam BAP-nya. Kalau mau jujur, eksekutor Nasrudin buknalah tiga orang yangs sekarang ditahan polisi, tetapi seorang polisi (Brimob ) yang terlatih.
Bibit dan Chandra. Lalu bagaimana dengan Bibit dan Chandra? Kepolisian dan Kejaksaan berpikir dengan dibuinya Antasari, maka KPK akan melemah. Dalam kenyataannya, tidak demikian. Bibit dan Chandra , termasuk yang rajin meneruskan pekerjaan Antasari. Seminggu sebelum Antasari ditangkap, Antasari pesan wanti-wanti agar apabila terjadi apa-apa pada dirinya, maka penelusuran Bank Century dan IT KPU harus diteruskan.
Itulah sebabnya KPK terus akan menyelidiki Bank Century, dengan terus melakukan penyadapan-penyadap an. Nah saat melakukan berbagai penyadapan, nyangkutlah Susno yang lagi terima duit dari Budi Sammpoerna sebesar Rp 10 miliar, saat Budi mencairkan tahap pertama sebasar US $ 18 juta atau 180 miliar dari Bank Century. Sebetulnya ini bukan berkait dengan peran Susno yang telah membuat surat ke Bank Century (itu dibuat seperti itu biar seolah–olah duit komisi), duit itu merupakan pembagian dari hasil jarahan Bank Century untuk para perwira Polri. Hal ini bisa dipahami, soalnya polisi kan tahu modus operansi pembobolan duit negara melalui Century oleh inner cycle SBY.
Bibit dan Chandra adalah dua pimpinan KPK yang intens akan membuka skandal bank Bank Century. Nah, karena dua orang ini membahayakan, Susno pun ditugasi untuk mencari-cari kesalahan Bibit dan Chandra. Melalui seorang Markus (Eddy Sumarsono) diketahui, bahwa Bibit dan Chandra mengeluarkan surat cekal untuk Anggoro. Maka dari situlah kemudian dibuat Bibit dan Chandra melakukan penyalahgunaan wewenang.
Nah, saat masih dituduh menyalahgunakan wewenang, rupanya Bibit dan Chandra bersama para pengacara terus melawan, karena alibi itu sangat lemah, maka disusunlah skenario terjadinya pemerasan. Di sinilah Antasari dibujuk dengan iming-iming, ia akan dibebaskan dengan bertahap (dihukum tapi tidak berat), namun dia harus membuat testimony, bahwa Bibit dan Chandra melakukan pemerasan.
Berbagai cara dilakukan, Anggoro yang memang dibidik KPK, dijanjikan akan diselsaikan masalahnya Kepolisian dan Jaksa, maka disusunlah berbagai skenario yang melibatkanAnggodo, karena Angodo juga selama ini sudah biasa menjadi Markus. Persoalan menjadi runyam, ketika media mulai mengeluarkan sedikir rekaman yang ada kalimat R1-nya. Saat dimuat media, SBY konon sangat gusar, juga orang-orang dekatnya, apalagi Bibit dan Chandra sangat tahu kasus Bank Century. Kapolri dan Jaksa Agung konon ditegur habis Presiden SBY agar persoalan tidak meluas, maka ditahanlah Bibit dan Chandra ditahan. Tanpa diduga, rupanya penahaan Bibit dan Chandra mendapat reaksi yang luar biasa dari publik maka Presiden pun sempat keder dan menugaskan Denny Indrayana untuk menghubungi para pakar hokum untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF).
Demikian, sebetulnya bahwa ujung persoalan adalah SBY, Jaksa Agung, Kapolri, Joko Suyanto, dan para kongloemrat hitam, serta innercycle SBY (pengumpul duit untk pemilu legislative dan presiden). RASANYA ENDING PERSOALAN INI AKAN PANJANG, KARENA SBY PASTI TIDAK AKAN BERANI BERSIKAP. Satu catatan, Anggoro dan Anggodo, termasuk penyumbang Pemilu yang paling besar.
Jadi mana mungkin Polisi atau Jaksa, bahkan Presiden SBY sekalipun berani menagkap Anggodo!
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:26
KASUS CICAK VS BUAYA :
KILAS BALIK : ANTARA FAKTA DAN FIKSI ANALISA
Kasus KPK dan Fiksi "Ceroboh" Rina Dewreight
Rina… oh Rina… Saat pertama kali membaca artikel yang ditulis Rina Dewreight (entah nama nyata atau fiktif), terus terang saya menyukai alur tulisan dan gaya bahasanya. Dengan judul yang lumayan provokatif, “Fakta di Balik Kriminalisasi KPK dan Keterlibatan SBY”, Rina mampu menulis sebuah kasus hukum yang njelimet, dengan gaya bahasa ringan dan renyah. Saya mengira Rina adalah seorang profesional di bidangnya. Saking sempurnanya tulisan itu, kita jadi sulit membedakan, mana fiksi, mana fakta. Mana realitas, mana opini. Kalimat pertama yang menjadi pengantar opininya cukup tendensius. “Apa yang terjadi selama ini sebetulnya bukanlah kasus yang sebenarnya, tetapi hanya sebuah ujung dari konspirasi besar yang memang bertujuan mengkriminalisasi institusi KPK”, katanya. Statemen tersebut sejak awal menunjukkan penghakiman si penulis dan pemihakan tendensius tanpa data dan fakta memadai. Ia secara “cantik” melanjutkan “novelnya” ini dengan “menyerang” tokoh besar atau apa yang ia sebut sebagai “sang sutradara”—dalam hal ini Presiden SBY—sebagai aktor di belakang kasus Antasari dan KPK, lengkap dengan Kapolri dan Jakgung sebagai pemeran pembantu. “Dendam SBY yang membara inilah yang dimanfaatkan oleh Kapolri dan Jaksa Agung untuk mendekati SBY, dan menyusun rencana untuk ‘melenyapkan’ Antasari”, lanjut Rina. Satu kutipan Rina lagi, “Antasari sudah menjadi bola liar, ia membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga Kepolisian, Kejaksaan, dan para konglomerat , serta para innercycle SBY. Akhirnya Kapolri dan Kejaksaan Agung membungkam Antasari. Melalui para intel akhirnya diketahui orang-orang dekat Antasari untuk menggunakan menjerat Antasari”. Sebagai karya tulisan, apa yang dilakukan Rina ini cukup menggoda pembaca untuk menengoknya. Sayangnya tak banyak data yang mendukung konstruksi ini sehingga tulisan ini hanya “indah” dilihat tapi “kosong” substansi.
Tak hanya itu, apa yang ditulis Rina hampir semuanya bersifat spekulasi dan bahkan fitnah. Mau bukti? Tuduhan bahwa Hendraman Supanji saat menjadi Jampindsus gemar menangkapi Kepala Daerah dari yang dekat dengan PDIP tak berdasar. Faktanya, Hendarman tak hanya menangkap koruptor-koruptor berlatarbelakang politisi, tetapi juga banyak kasus lain. Beberapa diantaranya, kasus korupsi Gelora Bung Karno (GBK), kasus Bulog Jatim, PT Lativi Media Karya dan PT Artha Bhama Texindo. Tak ada satu pun nama pejabat yang menjadi tersangka di lembaga-lembaga tersebut yang dekat dengan PDIP. Kebohongan lain, masih terkait Hendarman, saat ia menjabat Jakgung. Rina secara ceroboh menulis tanpa data bahwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menjadi kendala penegakan hukum oleh Jakgung, karena melibatkan pengusaha kelas kakap dan penguasa (dalam hal ini Presiden SBY). Padahal semua orang tahu bahwa pengusutan kasus BLBI pada awal 2000-an hampir menapaki jalan baru dan kemajuan berarti. Sayangnya, Presiden Megawati waktu itu justru mengeluarkan kebijakan penghentian pengusutan, melalui Inpres No.8 Tahun 2002, atau dikenal sebagai Release and Discharge (R & D). Kebijakan ini merupakan “ampunan” Mega kepada obligor hitam yang diatur dalam MSAA (Master of Acquisition and Agreement). Masih terkait BLBI, Rina juga menyebar fitnah lain bahwa, “Para konglomerat hitam itu berjanji akan membiayai pemilu SBY, namun mereka minta agar kasus BLBI, dan kasus-kasus lainnya tidak ditangani KPK”. Secara logika, tuduhan tersebut sangat tidak masuk akal, mengingat pihak yang memutus kasus BLBI adalah Megawati.
“Novel” Rina ini tak berhenti menyebar kebohongan di situ. Pada kasus aliran dana ke Partai Demokrat (PD), Rina menulis, “Tentu saja, dana tersebut dijalankan oleh Hartati Murdaya, dalam kapasitasnya sebagai Bendahara Partai Demokrat, dan diawasi oleh Eddy Baskoro plus Djoko Sujanto (Menkolhukam) yang waktu itu jadi Bendahara Tim Sukses SBY”. Sebagaimana kita ketahui, Eddy Baskoro (anak SBY) tidak pernah masuk sebagai anggota Tim Sukses SBY-Boediono. Ia juga bukan caleg nomor urut 1 di Dapilnya, melainkan nomor urut 3, yang mengindikasikan bahwa di PD, Ibas—panggilan akrabnya—bukanlah tokoh utama di partai. Kelucuan lagi terkait Djoko Suyanto, yang ditulis sebagai Bendahara Tim Sukses SBY. Mungkin Rina tak baca koran selama pemilu 2009 lalu. Semua orang tahu bahwa Djoko adalah Wakil Ketua Tim Sukses SBY, sementara Ketua Tim adalah Hatta Rajasa. Mengenai Hartati Mudraya yang disebut sebagai Bendahara PD, juga ngawur. Rina tak melakukan cek and ricek terlebih dahulu, sehingga hal-hal sepele semacam ini masih juga salah. Padahal untuk mengecek nama Hartati, kita cukup masuk ke situs PD dan lihat di sana, ada atau tidaknya nama Hartati. Sebagaimana susunan DPP di situs PD, nama Hartati Murdaya sama sekali tak tercantum, baik di pos Bendahara maupun Wakil Bendahara. Sekali lagi, tulisan ini hanya enak dibaca dan bikin geli.
Bagaimana soal Bibit-Chandra menurut tulisan Rina? Ia secara spekulatif mengatakan bahwa SBY sangat khawatir dengan keberadaan Bibit-Chandra yang “tahu banyak” alur dana Bank Century. Rina juga menduga secara ceroboh dana Century digunakan untuk membiayai kampanye PD dan SBY pada Pilpres 2009. Padahal tak sulit menemukan fakta mengenai sikap SBY atas kasus Century. Sudah sejak awal SBY menegaskan bahwa kasus Century harus dibuka “lebih cepat lebih baik”. Ia bahkan mempersilahkan dan mendukung DPR yang akan meminta keterangan kepada Wapres Boediono (saat itu Gubernur BI) dan Sri Mulyani (Menkeu). SBY mendorong keduanya untuk pro aktif dan bicara fakta-fakta mengenai Century di DPR. Logikanya, jika SBY tersangkut Century, atau aliran dana tersebut abu-abu, maka ia akan menghambat pemanggilan anak buahnya oleh DPR. Sebab pemanggilan tersebut dapat berpotensi “penelanjangan” SBY sendiri. Buktinya SBY justru mendorong anak buahnya untuk tampil dan menjelaskan ke publik secara gamblang. Fakta lain makin melebarkan jarak SBY dengan kasus ini. Karena pada saat pencairan dana dari LPS ke Century, SBY sedang bertugas di luar negeri. Saat itu Menkeu Sri Mulyani sudah melaporkan ke Wapres, Jusuf Kalla.
Duduk perkara Century sejatinya sudah cukup jelas. Dimana, Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Sistem Keuangan mengamanatkan langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah, yaitu Menteri Keuangan, bersama Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Saat ini kasis aliran dana Century sebesar Rp. 6,7 triliun telah masuk ranah politik melalui rencana anggota DPR mengajukan hak angket Century. Selain juga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga tengah melakukan audit terhadap proses bailout tersebut. Padahal sejumlah pengamat ekonomi sepakat bahwa kucuran dana Century sudah sesuai standard operational procedure (SOP). Sumber dana untuk Century yang selama ini menjadi perdebatan—karena dianggap “uang rakyat” dari APBN—juga sudah terbantahkan. Sebagaimana data BI, sampai saat ini Bank Indonesia tidak pernah menggunakan Fasilitas Pendanaan Darurat (FPD) ataupun menggunakan dana APBN. Dana Century semuanya berasal dari LPS dan sudah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Adapun penggunaan dana suntikan bagi Bank Century didasarkan atas keputusan rapat pada tanggal 23 November 2008 lalu yang dilakukan antara Bank Indonesia dengan LPS serta Menteri Keuangan.
Sayangnya “novel” Rina tak menggunakan data yang benar, sehingga aliran cerita yang muncul ke publik pun hanya dipenuhi berbagai spekulasi tanpa justifikasi. Padahal di alam demokrasi, publik berhak mendapatkan informasi yang benar dan berimbang. Rina… oh Rina… sayangnya hanya Tuhan dan Kompasiana yang tahu siapa dirimu dan apa maumu. ***
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:29
KILAS BALIK :
Nasrudin "Jual" Rani ke Antasari
Pengganti Biaya Proyek Tambang di Sulsel, Sigid Suplai Eksekutor Rp 2 M
JAKARTA -- Ketua Bidang Perlindungan Hukum Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan) Edwin Partogi mengatakan, pihaknya sudah memiliki data-data keterkaitan antara Antasari Azhar (AA), Sigit, dan algojo pembunuh Nasrudin.
Menurutnya, hingga saat ini Kontras hanya bersikap memback-up tim kuasa hukum keluarga korban dalam melakukan upaya penyelidikan kasus pembunuhan itu.
Dikatakan Edwin, tim kuasa keluarga korban mendatangi pihaknya untuk meminta dukungan moral dan teknis hukum dalam pekerjaan tim kuasa hukum keluarga korban. Kami menyepakatinya. Intinya kami tetap independen tapi juga mendorong kepolisian agar tetap profesional, bekerja sesuai jalur dalam penanganan proses hukum," ujarnya.
Dibeberkannya, informasi yang diperolehnya diketahui kalau sebelum pembunuhan itu korban sempat meminta sejumlah uang kepada Antasari untuk pengadaan sebuah proyek tambang di kawasan Sulawesi Selatan. Disebutkan nama proyek yang sedang digarap korban dilakukan PT Ronggolawe di Makassar Sulsel. "Kebetulan antara korban dan AA sudah berteman lama," tukasnya.
Namun permintaan itu tak kunjung dipenuhi Antasari. Korban pun akhirnya menyodorkan Rani yang saat itu sudah dinikahinya secara siri kepada AA. Rupanya AA pun "kecantol" hatinya melihat kemolekan Rani.
Hubungan asmara pun terjalin antara wanita kelahiran 1 Juli 1986 itu dengan AA. Sampai akhirnya, korban menjebak AA dan Rani di sebuah hotel di Jakarta. Saat itulah korban kembali "menekan" AA baik secara lisan, by phone maupun via SMS agar AA mengabulkan permintaanya itu.
AA yang sudah kelelahan menghadapi korban akhirnya "curhat" kepada kawan dekatnya seorang pengusaha muda nan sukses yang juga politisi PKB versi Gus Dur, yakni Sigid Haryo Wibisono. Begitu mendengar masalah konco dekatnya itu, Sigid menghubungi kawannya yakni Kombes Pol Wiliardi Wizard yang dikenalnya semasa menjabat Kapolres Jakarta Selatan (2005-2007).
"Saat itu SHW (Sigid Haryo Wibisono, red) memberikan WW (Wiliardi Wizard) uang Rp 2 miliar. Sebagian uang itu yakni sebesar Rp 500 juta akan diberikan kepada lima eksekutor dengan bagian masing-masing Rp 100 juta.
Tapi WW baru menyerahkannya separuh atau Rp 250 juta. Dengan uang itu, para eksekutor mengadakan senpi dan pelurunya, sewa motor dan mobil termasuk biaya survey dan escape," terangnya.
Namun, Edwin mewanti-wanti agar keterangan yang dikantungi pihak Kontras agar dijadikan pula oleh pihak kepolisian sebagai bahan pertimbangan penyidik dalam mengungkap kasus tersebut. Sementara itu, sebuah sumber di PMJ menyebutkan 5 alogojo eksekutor Nasrudin yang sudah diamankan terdiri dari 1 anggota polisi dan 4 preman bayaran. Selain itu, Sigid juga sudah ditahan di PMJ.
Antasari Temukan Adanya Skenario Sistimatis Jatuhkan Reputasinya
Sebutan tersangka yang disampaikan Kejaksaan Agung terhadap Ketua KPK Antasari Azhar, terkait kasus penembakan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen mulai mendapatkan perlawanan.
Para kuasa hukum, Antasari Azhar yang juga mewaliki keluarga Antasari menilai perubahan status yang diakukan Kejaksaan Agung merupakan bukti adanya skenario sistematis. Dengan target menjatuhkan reputasi Antasari Azhar yang telah berhasil mengungkap banyak kasus korupsi.
Tak hanya itu saja, para kuasa hukum Antasari juga menyayangkan beberapa opini yang beredar di masyarakat. Terkait status saksi yang belum dipahami masyarakat tersebut. Akibatnya terjadi penyesatan informasi yang merugikan Antasari dan keluarganya.
"Sebutan itu pun membuat proses hukum terkesan diabaikan. Tak selayaknya lembaga yang dinyatakan mengerti hukum melakukan tindakan tersebut. Saya bukan tidak menghargai pendapat lembaga itu, tapi sewajarnya itu tidak terjadi," jelas koordinator kuasa hukum Antasari Azhar, Juniver Girsang di kediaman Antasari, kemarin.
Ditegaskannya penyebutan status tersangka tersebut jelas hanya dapat dilakukan lembaga penyidik. Dalam hal ini kepolisian. Namun belum ada perubahan status dalam penyelidikan kasusnya terdahap Antasari. Ini berarti tidak ada lembaga lain yang boleh mengubah status Antasari dari saksi menjadi tersangka.
Menurutnya penyebutan status tersangka tadi merupakan kegabahan lembaga tersebut. Belum ada bukti yang menyatakan Antasari sebagai tersangka. Bahkan pemanggilan pertamanya pun masih baru dilakukan Senin mendatang. "Lagi-lagi itu sebagai saksi, bukan tersangka pemanggilannya," ungkapnya sambil menunjukan kembali surat panggilan itu.
Terkait penyebutan status tersangkat, dia meyakini adanya upaya memupuskan figur Antasari yang sudah dipercaya publik. Dengan kinerja lembaga KPK yang begitu bekerja optimal. Kinerja tersebut yang mungkin membuat ketidakpuasan sekelompok orang.
Didesak terkait skenario sistematis itu, Juniver Girsang menjelaskan sebagai langkah yang dilakukan kelompok orang yang memiliki kekuatan untuk tindakan tersebut. Namun menolak menyebutkan adanya keterlibatan pejabat negara dalam skenarion sistematis tadi. "Saya tidak sebut ada orang. Tapi nyatanya arah penyebutan tadi terlihat indikasi skenario tersebut," ucapnya.
Sebagai upaya membuktikan adanya skenarion tadi, dia bersama tim kuasa hukum Antasari telah mengumpulkan bukti-bukti. Bahan bukti tersbut bakal disampaikan dalam pemanggilan di Polda Metro Jaya. Sekaligus membantah keterlibatan dirinya dalam penembakan Nasarudin Zulkarnaen.
Ditambahkannya tuduhan melakukan dan terlibat dalam pembunuhan berencana atas Nasarudin Zulkarnaen tidaklah benar. Apalagi adanya hubungan dengan Rani Juliani juga dibantahnya. "Kita buktikan saja di pemeriksaan besok. Semua bakal semakin jelas," ungkapnya.
Dari kediaman Antasari Azhar suasananya tetap sepi. Tamu yang datang tidaklah banyak. Hanya kolegan dari pengacaranya saja. Dalam perbincangan para tamu itu mengarah pada pembentukan tim kuasa hukum. "Sekarang saya sudah ditunjuk sebagai koordinator. Masih kita godok tim pengacaranya. Kan musti yang berkualitas untuk tangani kasus ini," terang Juniver Girsang.
Kesehatan Antasari juga mulai membaik. Flunya tidak lagi banyak menggangu. Diharapkan tidak ada kesulitan saat mengikuti pemeriksaan awal di Polda Metro Jaya nanti. Begitu pula kondisi kesehatan anak dan istrinya, semuanya dalam kondisi baik. (rko)
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:33
Pembunuhan Nasrudin Dikaitkan ke Skandal Century
Jakarta - Hiruk pikuk kasus bailout Bank Century membuka kesempatan untuk menghubung-hubungkannya dengan berbagai kasus lain. Tidak terkecuali terhadap kasus pembunuhan Nasrudin Zulkaren yang membuat Antasari Azhar lengser dari posisi Ketua KPK.
Penghubungan dilakukan Heri Santoso, satu dari empat terdakwa eksekutor pembunuhan Nasrudin. Ini terjadi dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Tangerang, Kamis (3/12/2009). Agenda sidang adalah pembacaan tuntutan penjara seumur hidup ditutup.
"Ini semua rekayasa, ada pesanan petinggi negara. Sudah jelas ini bermuara pada Century," teriak Heri ketika meninggalkan ruang sidang.
Mendengar teriakan tersebut, wartawan spontan memburu Heri yang tengah digiring polisi kembali ke mobil tahanan. "Siapa petinggi negara itu?" tanya wartawan.
"Saya tidak berani bicara. Anda sudah tahu siapa yang saya maksud," jawab Heri.
"Tahu dari mana ini berhubungan dengan Century?" kejar wartawan.
"Saya sudah lama tahu," balas Heri sambil memasuki mobil tahanan.
Karena tidak mungkin lagi bertanya pada Heri, wartawan langsung mengejar Emmanuel Wanggae, pengacara terdakwa. Tapi dia mengaku juga tidak tahu menahu di mana hubungan antara kasus pembunuhan Nasrudin dengan bailout Century.
"Kita tidak tahu itu," jawab Emmanuel.
Ketika pembunuhan berlangsung, Heri mengemudikan sepeda motor memboncengkan Daniel Siabon yang bertugas menarik pelatuk pistol. Anggota lain kelompok ini adalah Franciscus Padonkoan, Hendrikus Kia Walen dan Eduardus Ndopo Mbete yang juga dituntut hukuman seumur hidup.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:34
Kabareskrim Temui Pimpinan KPK
Era Baru News
Pimpinan KPK.
Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Inspektur Jenderal Pol Ito Sumardi Djunisanyoto mengatakan, dirinya akan bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (3/12) di kantor KPK.
"Saya kan sebagai Kabareskrim baru, jadi perlu silaturahmi," kata Irjen Pol Ito Sumardi saat ditemui di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (02/12).
Ito menuturkan, tidak tertutup kemungkinan pada pertemuan itu terjadi perbincangan ringan terkait penanganan dan proses penegakan hukum terhadap kasus yang akan ditangani, khususnya pemberantasan korupsi.
Ito menegaskan, pertemuan dirinya dengan pimpinan KPK juga dalam rangka menciptakan sinergi pemberantasan korupsi yang melibatkan tiga lembaga penegak hukum yakni Polri, Kejaksaan Agung dan KPK.
Hal tersebut sesuai program 100 hari kerja pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto terkait pemberantasan korupsi dan mafia kasus.
Mantan Koordinator Staf Ahli Kapolri itu menyatakan, Menkopolhukam Djoko Suyanto meminta tiga lembaga penegak hukum itu menyatukan langkah dan semangat untuk memprioritaskan penanganan kasus korupsi.
"Ke depan tidak ada lagi konflik antarlembaga," ujar Ito.
Lebih lanjut, Ito menambahkan, pihaknya sedang menggelar perkara terhadap penanganan sejumlah kasus dalam rangka melaksanakan program 100 hari kerja Polri, termasuk mengevaluasi seluruh perkara yang ditangani Bareskrim.
Ito juga menuturkan pihaknya akan mengevaluasi sejumlah perkara yang terkait dengan rekaman penyadapan percakapan antara pengusaha Anggodo Widjojo dengan sejumlah penegak hukum, serta kasus tersangka penggelapan uang suap pimpinan KPK, Ari Muladi.
Ito menjadi Kabareskrim Mabes Polri setelah menggantikan Komisaris Jenderal Susno Duadji pada proses mutasi 25 perwira tinggi dan menengah, pertengahan pekan lalu. (ant/waa)
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:36
KILAS BALIK BAILOUT BANK CENTURY
SATU KASUS DUA KRONOLGI : VERSI MENKEU VS VERSI WAPRES
WAKIL Presiden Jusuf Kalla (JK) membantah kronologi bailout Rp 6,72 triliun kepada Bank Century yang dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada DPR. Berikut kronologi versi Menkeu dan Wapres.
Kronologi Versi Menkeu Sri Mulyani
13 November 2008 BI mengundang Menkeu untuk rapat konsultasi melalui teleconference. Sri Mulyani berada di Washington, Amerika Serikat, bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), untuk menghadiri pertemuan G20.
16 November 2008 BI mengundang Menkeu untuk rapat konsultasi mengenai permasalahan Bank Century.
20 November 2008 BI menyampaikan surat Kepada Menkeu, dengan No 10/232/GBI/Rahasia tentang Penetapan Status Bank Gagal Bank Century dan penanganan tindak lanjutnya yang isinya ditengarai sistemik dan mengusulkan langkah penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai pasal 18 Perpu Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK).
BI dan Menkeu rapat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), membahas Bank Century. Perpu JPSK Pasal 1 angka 9 Bank Gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta tidak dapat lagi disehatkan oleh BI sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.
21 November 2008 Rapat KSSK menetapkan Bank Century sebagai Bank Gagal berdasarkan assesment. BI meminta pertemuan KSSK menyatakan Century adalah Bank Gagal, jika tidak ditangani dengan benar berdampak sistemik.
Komite Koordinasi menetapkan penyerahan Bank Century kepada LPS. Landasannya UU LPS Pasal 1 ayat 9 (UU 24 tahun 2004) Komite Koordinasi yang terdiri dari BI, Menkeu, dan LPS. Kami serahkan ke LPS karena disebut BI sebagai Bank Gagal yang menyebabkan sistemik sehingga harus diserahkan ke LPS. Sejak itu, penanganan Bank Century diserahkan ke LPS. Surat No 01/KK.012008 ditandatangani Komite Koordinasi Menkeu, Gubernur BI, Ketua Komisioner LPS tertanggal 21 Nov 2008.
27 Agustus 2009 Sampai kini BI tak pernah menggunakan fasilitas pendanaan darurat (FPD). Jika tak gunakan FPD, maka tidak ada implikasi ke APBN. Penanganan sepenuhnya oleh LPS, tetapi tidak berimplikasi ke APBN. Jadi, ini ditangani sepenuhnya oleh LPS.
Kronologi Versi WaPres Jusuf Kalla
JUSUF Kalla (JK) membantah mendapat laporan bailout dari Menkeu Sri Mulyani pada 22 November 2008. JK baru mendapat laporan pada 25 November 2008 dari Menkeu dan Gubernur Bank Indonesia Boediono, setelah bailout dilakukan (23 November 2008). Karena pada Sabtu 22 November , JK tidak berkantor, tapi sedang kunjungan kerja ke Sunda Kelapa dan Cibinong (LIPI).
Kronologi Bailout versi LPS
LEMBAGA Penjamin Simpanan (LPS) yang mengambil alih Bank Century, membeberkan kronologis penyuntikan (bailout) dana Rp 6,72 triliun ke Bank Century. Berikut penjelasan Direktur Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, kepada Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/8/2009)
23 November 2008 Jumlah dana yang dikucurkan Rp2,776 triliun. Bank Indonesia (BI) menilai untuk CAR delapan persen dibutuhkan dana sebesar Rp2,655 triliun. Dalam peraturan LPS, LPS dapat menambah modal sehingga CAR bisa mencapai 10 persen, yaitu Rp2,776 triliun.
5 Desember 2008 LPS mengucurkan Rp2,201 triliun. Dana tersebut untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank.
3 Februari 2009 LPS selanjutnya mengucurkan Rp1,55 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment BI, atas perhitungan direksi Bank Century.
21 Juli 2009 Selanjutnya dikucurkan Rp630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR. Keputusan tersebut juga berdasarkan hasil assesment BI atas hasil audit kantor akuntan publik (AP). Sehingga dana yang dikucurkan mencapai Rp 6,762 triliun. Sebelumnya dalam kesepakatan awal pada 20 November 2008, BI melalui data per 31 Oktober, CAR Bank Century adalah minus 3,52 persen dan kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi delapan persen adalah sebesar Rp 632 miliar.(*)
Tiga soal Membelit Robert Tantular
PEMILIK saham mayoritas Bank Century, Robert Tantular, telah dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar subsider 5 bulan penjara, karena melakukan tindak pidana perbankan dengan tiga dakwaan. Dia akan menghadapi vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 10 September 2009
Pertama, Robert terbukti menyuruh memindahbukukan deposito valuta asing milik pengusaha Boedi Sampoerna 18 juta dolar AS. Ia juga menyuruh mencairkan deposito tersebut tanpa seizin pemiliknya.
Kedua, Robert menyuruh pegawai bank mengucurkan kredit ke PT Wibowo Wadah Rejeki Rp 121,3 miliar dan ke PT Accent Investment Indonesia Rp 60 miliar tanpa prosedur yang benar. Kredit diberikan dulu, baru persyaratan administrasi dilengkapi kemudian.
Ketiga, Robert mengingkari letter of commitment yang ia teken pada 15 Oktober 2008 dan 16 November 2008. Surat itu menyatakan kesanggupan Robert bersama dua pemegang saham Century lainnya, Ravat Ali Rizvi dan Hesham Al-Warraq, membayar surat berharga hampir jatuh tempo sebesar 188,4 juta dolar AS. Surat itu juga menyatakan mereka sanggup mengembalikan surat berharga Century yang dikuasai First Gulf Asia Holding Limited sebesar 15,8 juta dolar AS. Ravat dan Hesham kini buron. (*)
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:37
Pelajaran Kecil Kasus rakyat Kecil [1]
leonisecret
Minah
Hukum mustinya tidak memandang kaya atau miskin. Dalam peraturan Hukum pun tidak ada pengecualian, yang bersalah tetap harus mendapat hukuman, baik kasus kecil atau kasus besar. Namun saying, di Negara ini seakan keadilan berbanding lurus untuk rakyat jelata, sementara untuk golongan Atas berbanding terbalik.
Inilah yang dialami Basar dan Kolil. Dua warga Kediri ini terancam 5 tahun penjara, karena mencuri sebuah semangka di perkebunan tetangganya, Darwati, 21 September 2009 lalu. Mereka berdua didakwa melanggar Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pencurian biasa.
Dengan pertimbangan bahwa keduanya menjadi tulang punggung keluarga, akhirnya dilakukan penangguhan penahan, meski sebelumnya sempat merasakan jeruji penjara. Darwati tidak mau berdamai karena sebelumnya, perkebunan semangkanya sudah pernah dirusak orang.
Sementara di Batang, Jawa Tengah, seorang Ibu dengan dua anaknya yang masih di bawah umur, dan seorang sepupunya mendapat ancaman hukuman 7 tahun penjara karena kedapatan memunguti randu kapuk (bahan baku kapas) sisa panen di perkebunan PT Segayung. Dalam kasus ini, pemilik perkebunan juga tidak mau bernegosiasi karena kerugian dari pencurian kapuk randu oleh warga sekitar selama ini mencapai jutaan.
Yang paling menghebohkan adalah kasus Minah. Nenek-nenek asal Banyumas ini divonis 1 bulan 15 hari tahanan rumah karena mengambil 3 kakao seharga Rp 2000,- yang terjatuh di perkebunan PT RSA. Untunglah, kasus-kasus kecil ini endapat sorotan besar dari media sehingga sedikit membantu meringankan hukumannya, karena banyaknya simpati masyarakat.
Memang, apapun itu, kesalahan tetaplah kesalahan. Masih untung bila pihak yang dirugikan mau mencabut laporan atau berdamai. Namun yang terjadi pada contoh di atas, mereka semua tidakmemilih perdamaian. Satu pelajaran kecil, keadilan yang terkadang menyeramkan ini bisa menyadarkan warga yang hendak berlaku kriminal, sekecil apapun itu.
Namun, sayangnya terlalu banyak pendidikan hukum yang buruk yang dipertontonkan oleh Hukum di Negara kita. Seakan keadilan bisa dinego bila berkaitan dengan kalangan Atas. Bahkan kadang berbanding terbalik, contohnya di kasus korupsi. Semakin besar jumlah korupsi, maka semakin kecil hukuman.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:39
Pelajaran Kecil Kasus Rakyat Kecil [2]
leonisecret
Bila keadilan dilecehkan, apa yang terjadi? Rakyat bersatu padu ‘merecehkannya’!
Inilah yang terjadi bila kasus rakyat kecil mendapat simpati dari sebagian besar rakyat. Masih ingat kasus Prita Mulyasari? Pengadilan Tinggi Banten akhirnya menjatuhkan hukuman denda Rp 240 juta kepada Prita dalam kasus perdata.
Rakyat yang sudah gerah akan ketidakadilan pun bahu-membahu berencana membantu Prita. Saat tulisan ini dibuat, para pihak yang bersimpati sedang mengumpulkan uang receh (koin) untuk membantu Prita bila memang harus membayar Rp 240 juta itu. Koin ini adalah sebagai simbol kekecewaan rakyat. Sebagian kecewa karena tertutupnya kebebasan berpendapat dan sebagian lain kecewa karena tidak ada lagi perlindungan bagi pasien yang tidak mendapat pelayanan terbaik.
Bukankah hak pasien mendapat pelayanan terbaik dan kewajiban Rumah Sakit memberikan pelayanan yang terbaik? Lalu di mana keadilan, bila pasien yang komplain tentang pelayanan Rumah Sakit harus didenda? Ya, mungkin di sisi lain keduanya ada salah, karena salah satu pihak merasa tidak melakukan kesalahan sebesar yang disebarkan ke media. Pelajarannya, kita harus berhati-hati bila mengeluarkan statement komplain dengan menyebut ‘nama’. Kita harus pandai-pandai menggunakan kata-kata, mungkin? Tetapi pihak Rumah Sakit pun bersalah bila tidak memberikan pelayanan yang seharusnya. Sayangnya, yang kecil kembali kalah, permintaan maaf tidak keluar sedikit pun dari pihak yang besar.
Saat pengumpulan koin ini dimulai, Komisi III DPR sedang mengaudisi 4 calon Ketua Pansus kasus besar bank Century. Tak peduli siapapun pimpinannya, kita berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan obyektif dan transparan, tanpa ada politisasi sedikit pun. Dan tidak ada lagi barisan rakyat sakit hati. Semoga tidak ada lagi nego keadilan untuk Golongan Atas, tidak ada lagi makelar dalam kasus ini, dan bersih dari politisasi.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:41
POLISI Salah Tangkap, Main hajar .. cuma minta Maaf
abieok
Depok - Lagi-lagi tindak tanduk polisi jadi omongan. Korban polisi kali ini adalah sejarahwan lulusan UI, JJ Rizal. Dia ditangkap 5 oknum polisi di depan Mal Depok Town Square (Detos).
Tanpa alasan yang jelas pemuda Betawi itu dikepung dan dipukuli pria berpakaian preman itu.
Peristiwa ini terjadi pada Sabtu 5 Desember, sekitar pukul 23.45 WIB. "Selama lebih dari 15 menit saya sempat dipukuli di depan Detos," ujar Rizal melalui pesan singkat yang beredar Minggu (6/12/2009).
Pengamat sejarah dari Komunitas Bambu ini kemudian dibawa ke Polsek Beji dan diinterogasi. Saat pemeriksaan itulah memang terbukti terjadi salah tangkap.
"Saya sudah melakukan visum di RS Mitra keluarga," ujar Rizal. (ndr/nrl)
Jakarta - Rumah kediaman sejarahwan Betawi lulusan UI, JJ Rizal, disambangi polisi. 5 Pria berpakaian preman menanyakan kronologi salah tangkap yang dialami Ketua Komunitas Bambu tersebut.
"Pak Kapolsek Beji (AKP Sukardi) tadi sudah nelepon dan meminta maaf. Saat ini ada 5 orang yang datang dan menanyakan kronologi peristiwa itu," jelas rekan kerja Rizal di Komunitas Bambu, Fadli, melalui telepon, Minggu (6/12/2009).
Rizal pada Sabtu 5 Desember pukul 23.45 WIB didatangi 5 pria berpakaian preman dan dipukuli di depan Depok Town Square (Detos). Dia juga sempat ditodong pistol hingga kemudian dibawa ke Polsek Beji untuk diinterogasi.
"Wajahnya lebam, sudah di-rontgen di RS Mitra Keluarga," ujar Fadli.
Polisi membebaskan Rizal setelah memastikan pemuda asal Betawi itu korban salah tangkap. "Tapi kita akan laporkan ini ke Polda Metro Jaya," kata Fadli.
Udah salah tangkap, main pukul, eeee cukup Cuma minta maaf aja...enak bener ya tuh POLISI...mereka pikir mereka itu siapa???? Jagoan....kebal hukum...??!!!!
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:44
WUJUD FISIK Rp 6,7 TRILIUN
Begitu mendengar kata "Rp 6,7 Triliun" kemungkinan besar pikiran kita langsung mengasosiasikannya pada kasus bank Century. Tapi pernahkah kita bertanya dalam hati: Bagaimana sih wujudnya uang Rp 6,7 triliun tersebut?
Berikut ini kita coba memvisualisasikannya.
. . .
Sebuah kertas HVS Folio 80 gram bisa "menampung" 7 lembar uang kertas pecahan Rp 100 ribu dengan menyisakan sedikit ruangan dengan panjang 6,5 cm dan lebar 3 cm. Jika mau akurat, 1 buah kertas HVS Folio bisa menampung 7,2 lembar uang kertas Rp 100 ribu.
Dalam keadaan terpak, 1 rim = 500 lembar kertas memiliki ukuran: panjang x lebar x tinggi = 33 x 21,5 x 5,5 cm
Jika kita asumsikan tebal kertas sama, maka 1 rim kertas bisa menampung uang sebesar: 500 x 7,2 lembar uang Rp 100 ribu = 3.600 lembar uang Rp 100 ribu = 3.600 x Rp 100.000 = Rp 360.000.000 [ 360 juta ]. Jadi 1 rim kertas HVS Folio muat uang 360 juta.
Lantas seberapa besarkah ukuran Rp 6,7 triliun jika ditumpuk dalam pecahan Rp 100 ribuan?
Rp 6,7 triliun / Rp 360 juta = 6.700.000.000.000 / 360.000.000 = 6.700.000 / 360 = 18.611,1111
Wow, ternyata uang Rp 6,7 triliun sebanding dengan 18 ribuan rim kertas HVS Folio. Jika diletakkan dalam sebuah gudang, tak terbayangkan berapa besarnya gudang tersebut. Jika di tumpuk dengan ukuran 1 rim kertas HVS tadi, berapakah tingginya?
18 611, 1111 x 5,5 cm = 102.361 cm = 1.023,61 meter = 1,023.61 km
Itu 7 kali lebih tinggi dari MoNas.
Jika kertas folio tsb kita potong jadi ukuran uang Rp 100 ribuan, lau ditumpuk vertikal, maka tingginya menjadi 1,023.61 x 7,2 km = 7,369.992 km atau hampir 7,5 km, atau jika dibandingkan dgn tinggi MoNas, maka sekitar 50 kali lbh tinggi !!!
Administrator Administrator
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:46
Asetnya Mencapai Rp 30 T
Robert Tantular
INILAH.COM, Jakarta - Robert Tantular, bukan pemain baru di bisnis bank Indonesia. Juga, bukan orang baru di kalangan pemerintahan. Terutama buat para pejabat yang berada di wilayah keuangan. Robert adalah generasi ketiga dari imperium bisnis keluarga Tantular. Inilah lanjutan jejak rekamnya.
Saat terjadi kasus pada Bank Century, diketahui bahwa kepemilikan Bank Century terdiri atas 27,70 persen Chinkara Capital Limited, Claas Consultant 12,93 persen, dan Outlook Invesment 5,42 persen. Century juga dimiliki UOB Kay Hian sebesar 5,41 persen, CFGL FCC 4,28 persen dan masyarakat 45,26 persen.
Di balik keenam pemegang saham tersebut, ada tiga pemegang saham pengendali, yakni pengusaha keturunan Pakistan Rafat Ali Erizfi, pengusaha Arab Saudi Hesham al Warraq, dan Robert Tantular dari Indonesia.
Ketika Bank Century tidak bisa mencairkan dana deposan, dari sinilah Polri menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Robert Tantular, Hesyam Al Waraq (berkewarganegaraan Inggris), Rafat Ali Rizvi, Hermanus Hasan Muslim (Direktur Utama), dan Laurence Kusuma (Direktur Treasury).
Sementara, dalam kasus produk reksandana Antaboga, tersangkanya adalah Robert Tantular dan Anton Tantular.
”Modusnya sangat jelas, yakni Robert Tantular, yang sebenarnya bukan manajemen, pegawai, atau direktur, memerintahkan penarikan dana. Dan itu tidak bisa ditolak para pegawainya,” ujar Susno Duadji, mantan Kabareskrim Mabes Polri yang membongkar kasus ini dan menangkap Robert.
Aliran dana Rp 1,378 triliun dalam kasus Antaboga diduga dinikmati Robert Tantular Rp 276,277 miliar; lalu Anton Tantular Rp 248,144 miliar; dan Hartawan Alwi Rp 853,971 miliar.
Dana yang digunakan Robert Tantular diduga mengalir ke kantong sendiri Rp 60,030 miliar; dimasukkan ke PT Sinar Sentral Rezeki Rp 116,01 miliar untuk membangun mall di Pamulang, Tangerang Selatan; dan ke PT Cipta Karya Husada Utama Rp 3 miliar untuk membangun rumah sakit di Surabaya. Selain itu, ada aliran ke PT Century Mega Invesindo Rp 63 miliar; dan rekening sekretaris Robert Tantular Rp 1 miliar.
Selain itu, pihak Polri sudah melacak aset Robert Tantular. Antara lain lapangan golf di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, senilai Rp 1,1 triliun; tanah di Citayam, Bogor, Jawa Barat, seluas 100 hektar; Mal Pamulang; Bumi Serpong Damai Mall; Bumi Serpong Damai Plaza; Takeda Farmasi, dan Rumah Sakit Cipta Karya Husada Utama, Surabaya. Ada dugaan, aset Robert mencapai Rp 30 Triliun.
Menurut Menkeu Sri Mulyani, total aset berupa uang tunai yang sudah diamankan dari PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia hingga 19 Februari 2009 mencapai Rp 13,725 miliar. Aset sebanyak itu terdiri atas unit penyertaan reksa dana Berlian Plus Rp 3,475 miliar; saham Rp 8,128 miliar; dan dana tunai Rp 2,210 miliar.
Selain itu, hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan menyebut ambruknya Bank Century hingga diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan pada 21 November 2008 terjadi karena praktek-praktek tidak sehat yang dilakukan pengurus bank dan pemegang saham.
Laporan audit itu juga menyatakan pengucuran penyertaan modal sementara dari LPS senilai Rp 6,7 triliun, sekitar Rp 6,3 triliun di antaranya digunakan untuk menutup penurunan CAR (rasio kecukupan modal).
Dari jumlah itu lagi, Rp 3,1 triliun digunakan untuk menutup kerugian yang diakibatkan ulah Rafat Ali Rizvi dan Hesyam al-Waraq, pemegang saham pengendali Century, berkaitan dengan pengelolaan surat-surat berharga.
Adapun Rp 3 triliun lainnya untuk menutup kerugian ulah Robert Tantular dan pihak terkait.[habis/ims]
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:48
Opini: Kasus Bank Century dan Politik
Kasus Bank Century menjadi berita utama media massa setelah selesainya perseteruan Kepolisian Negara RI (Polri) dan Kejaksaan Agung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Barangkali ada yang mengatakan bahwa perseteruan itu belum selesai sepenuhnya karena adanya gugatan praperadilan oleh sejumlah ahli hukum terhadap surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) yang dikeluarkan oleh kejaksaan karena mereka melihat alasan yang digunakan tidak tepat. Namun pemberitaan di media dalam beberapa minggu terakhir telah beralih ke kasus Bank Century.
Kasus Bank Century adalah kasus hukum karena adanya dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh sejumlah pejabat pemerintah dalam mengeluarkan dana talangan sebesar Rp6,7 triliun bagi bank yang bermasalah itu tahun lalu.
Dalam kasus tersebut juga muncul dugaan bahwa sebagian dana talangan tadi mengalir ke sejumlah pejabat politik dan tim sukses Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. Bahkan ada organisasi kemasyarakatan (ormas) yang menyebut nama sejumlah tokoh yang menerima sejumlah uang secara terang-terangan. Tuduhan ini kemudian diadukan ke Kepolisian Daerah (Polda) Jakarta Raya untuk diproses secara hukum.
Kasus Bank Century sebagai Kasus Politik
Kasus Bank Century berkembang menjadi isu politik karena yang membuat kebijakan tersebut adalah sejumlah pejabat pemerintah sehingga kebijakan itu menjadi kebijakan publik. Kebijakan publik yang diartikan sebagai kebijakan pemerintah adalah salah satu objek terpenting dalam politik sehingga bergulirnya kasus Bank Century menjadi isu politik adalah suatu hal yang wajar.
Isu tersebut adalah isu politik sehingga tidak perlu ada tuduhan politisasi isu kasus Bank Century karena kasus itu telah menjadi isu politik dengan sendirinya. Meskipun nantinya kasus Bank Century tidak terbukti merupakan pelanggaran hukum, kasus ini tetap saja merupakan kasus politik karena keputusan yang diambil oleh para pejabat keuangan dan perbankan adalah isu kebijakan publik. Katakanlah, semua pejabat terkait tidak terbukti melanggar hukum, tetapi citra politik mereka telah rusak yang memerlukan waktu panjang untuk merehabilitasinya.
Aroma politik dari kasus Bank Century menjadi sangat kental karena yang dipersoalkan adalah uang rakyat dalam jumlah yang sangat besar. Kasus Bank Century ini dengan segera membentuk opini publik di dalam masyarakat bahwa ada sejumlah tokoh penting di republik ini yang memanfaatkan dana talangan tersebut untuk kepentingan politik mereka.
Gerakan massa yang ingin menuntaskan kasus Bank Century memanfaatkan Hari Antikorupsi Sedunia pada tanggal 9 Desember 2009 yang lalu untuk menyuarakan tuntutan mereka secara gamblang. Warna politik kasus Bank Century semakin mengental oleh adanya pernyataan Presiden SBY di depan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat beberapa hari yang lalu. Dalam pidatonya itu, Presiden SBY mengatakan bahwa gerakan antikorupsi telah ditunggangi oleh kepentingan politik sehingga tujuannya tidak lagi murni antikorupsi karena bertujuan menggulingkan pemerintahan Presiden SBY.
Perkembangan Politik yang Aneh
Kasus Bank Century telah menghasilkan perkembangan politik yang aneh karena telah terjadi pertentangan politik antara dua kelompok yang sama-sama ingin memberantas korupsi di Indonesia. Kelompok pertama adalah kelompok ormas yang mengadakan acara peringatan tanggal 9 Desember 2009 yang sangat bersemangat untuk mengungkap kasus Bank Century sebagai kasus korupsi yang paling baru di Indonesia.
Di dalam kelompok ini juga termasuk sejumlah anggota DPR, baik yang termasuk dalam Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century DPR maupun tidak. Kelompok kedua adalah kelompok SBY yang juga secara terang-terangan menyatakan sikap mereka yang antikorupsi dan ingin segera menuntaskan kasus Bank Century dengan membuka kasus seluas-luasnya, tetapi menaruh kecurigaan terhadap kelompok pertama.
Dua kelompok mempunyai tujuan yang sama, tetapi terlibat dalam pertentangan politik. Faktor penyebab pertentangan antara kedua kelompok ini adalah perbedaan sikap menghadapi kasus Bank Century. Kelompok pertama telah menyatakan sejak awal bahwa kasus Bank Century perlu ditangani oleh DPR (melalui Pansus Hak Angket Bank Century) sebagai bagian dari usaha untuk mengungkapkan kasus Bank Century karena bagi mereka kasus tersebut telah cukup jelas.
Di pihak lain, Partai Demokrat dan beberapa partai koalisi pemerintah tidak mau membentuk Pansus Hak Angket Bank Century di DPR sebelum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan hasil auditnya. Kelompok ini kemudian menyatakan dukungannya terhadap Pansus Hak Angket Bank Century setelah Presiden SBY menyatakan dukungannya terhadap pengungkapan kasus Bank Century dan pembentukan pansus di DPR.
Faktor penyebab kedua adalah perbedaan pandangan dalam melihat kemungkinan pelanggaran hukum oleh pejabat-pejabat pemerintah yang terkait dengan keputusan pengucuran dana talangan bagi Bank Century. Kelompok pertama merasa yakin telah terjadi pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century.
Sebaliknya, kelompok kedua tidak yakin telah terjadi tindakan pelanggaran hukum. Oleh karena itu mereka menolak anggapan bahwa telah terjadi aliran dana Bank Century kepada sejumlah pejabat pemerintah dan kubu Partai Demokrat. Memang harus diakui telah terbentuk opini publik bahwa telah terjadi pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century yang melibatkan dana dalam jumlah yang amat besar.
Opini publik ini diperkuat penemuan BPK yang telah melakukan audit terhadap kasus Bank Century. Masalahnya adalah dana tersebut tidak jelas ke mana perginya dan siapa saja yang menikmatinya? Ketidakjelasan yang berkepanjangan memunculkan berbagai spekulasi di dalam masyarakat. Ketidakjelasan itu juga semakin memperkuat tuduhan sebagian warga masyarakat bahwa telah terjadi korupsi dalam jumlah yang fantastis yang berujung pada tuduhan terhadap pemerintah karena keputusan tersebut oleh pejabat-pejabat tinggi negara yang terkait dengan keuangan dan perbankan.
Oleh karena itu, perkembangan kasus Bank Century di dalam masyarakat menjurus ke arah terpojoknya pemerintah. Sangat disayangkan pemerintah bereaksi terhadap tuduhan tersebut dengan mengatakan tuduhan itu sebagai fitnah. Sikap defensif yang berlebihan yang ditunjukkan oleh pemerintah malah memperhebat pertentangan antara kedua kelompok.
Sikap Pemerintah
Tidak dapat disangkal bahwa opini publik yang berkembang di dalam masyarakat sudah menjurus ke arah tuduhan bersalah sehingga pejabat-pejabat terkait harus diganti. Pemerintah seharusnya tidak melakukan serangan balik dengan mengatakan tuduhan terebut sebagai fitnah atau bertujuan menjatuhkan pemerintah. Tuduhan balik ini jelas tidak membantu dalam menenangkan masyarakat.
Tuduhan tersebut malah seperti menyiramkan bensin ke api yang menyala. Pemerintah dan kader-kader Partai Demokrat tidak perlu menunjukkan kemarahan atau sikap bermusuhan dengan adanya tuduhan seperti itu. Sumpah juga tidak diperlukan karena kelihatannya sumpah yang dilakukan secara sendirian di depan publik telah mengalami inflasi dan menjadi bahan tertawaan.
Justru yang seharusnya disampaikan adalah dukungan terhadap pengusutan perkara Bank Century secepatnya, tidak hanya di Pansus Hak Angket Bank Century DPR, tetapi juga di KPK. Tentu saja bantahan terhadap tuduhan tetap perlu dilakukan. Namun bantahan harus didukung sejumlah fakta. Kritik tidak boleh dijawab dengan tuduhan apa pun terhadap para pengkritik seperti ingin mendongkel atau ditunggangi.
Serangan balik terhadap pengkritik yang tidak didasarkan atas fakta selalu tidak menguntungkan pihak yang melakukan serangan balik. Tentu saja yang diinginkan oleh rakyat adalah terjaganya stabilitas politik meskipun terjadi pertentangan pendapat di antara tokoh-tokoh politik. (*)
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:49
Ada Upaya Alihkan Kasus Bank Century
Yogyakarta (ANTARA News) - Dalam kasus Bank Century diduga ada upaya untuk mengalihkannya ke arah konflik personal, kata ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Revrisond Baswir.
"Indikasi dari pengalihan itu antara lain pertengkaran antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie, serta silang pendapat antaranggota pansus hak angket Century," katanya di Yogyakarta, Kamis.
Revrisond pada diskusi Neoliberalisme dan Centurygate di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), juga mencontohkan upaya pengalihan itu lewat kasus salah keterangan dari anggota pansus Bambang Soesatyo terkait dugaan pembicaraan antara Sri Mulyani dan Robert Tantular.
"Dalam kasus ini perlu ditelisik lebih jauh, siapa saja yang terlibat, apa kepentingannya, ke mana dana talangan sebesar Rp6,7 triliun mengalir, siapa yang menikmati dana tersebut, apakah benar dana itu mengalir kepada partai atau tim capres tertentu. Kita masih harus menunggu jawabannya," katanya.
Ia mengatakan, dari proses demi proses yang dilewati beberapa pihak yang terlibat, Bank Indonesia (BI), Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hasil akhirnya adalah keputusan bahwa Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik.
"Rapat KSSK menyimpulkan bahwa Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik. Sebuah keputusan yang patut dipertanyakan, karena melanggar banyak syarat," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM itu.
Menurut dia, hal ini sangat aneh, karena aturan yang dibuat oleh BI kemudian dilanggar sendiri. Aturan tersebut kemudian diubah agar sesuai dengan yang diinginkan, tetapi dilanggar lagi.
"Saya kira tidak semua sepakat bahwa Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik. Sungguh memprihatinkan ada pejabat yang disinformasi ketika mengambil keputusan," katanya lalu mengemukakan dalam kasus itu terjadi malapraktik perbankan.
Keputusan akhir KSSK itu, menurut dia merupakan buah dari tawaran malapraktik BI sejak lama. Malapraktik itu dalam hal supervisi bank yang dibawa ke KSSK sehingga tidak ada pilihan lain.
"Gubernur BI mengirimkan surat yang isinya meminta Bank Century diselamatkan. Tentu ini harus dipertanggungjawabkan," katanya.
Menurut dia, kecukupan modal Bank Century sebesar -3,5 seharusnya membuat bank tersebut sudah ditutup. Namun, ada surat dari Boediono selaku Gubernur BI yang menyatakan bahwa tidak ada pilihan lain kecuali Bank Century harus diselamatkan.
"Padahal Bank Indover milik pemerintah saja ditutup," kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM itu. (*)
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:50
Pejabat yang Diduga Terkait Kasus Century Sebaiknya Mundur
TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejumlah perwakilan fraksi di Panitia Khusus Hak Angket Bank Century meminta semua pihak yang terlibat dalam kasus itu mengundurkan diri.
"Dimintakan mengundurkan diri atau untuk pejabat tertentu diminta non aktif," kata Anggota Panitia Angket Bank Cantury dari Fraksi Golkar Ade Komarudin dalam rapat panitia angket di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (17/12).
Ade mengatakan pihak-pihak yang terkait kasus Bank Century perlu di nonaktifkan agar tak menghambat penyelidikan panitia angket. "Itu sikap Golkar," kata Ade.
Andi Rahmat, anggota pansus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera berpendapat serupa. Meski tak secara tegas, namun Andi mengatakan ada indikasi penggunaan wewenang oleh pihak tertentu untuk menghambat penyelidikan.
Ahmad Yani, dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan penonaktifan pejabat yang diduga terlibat perlu dilakukan agar tak terjadi konflik kepentingan." Di BI sampai level direktur harus non aktif. Juga di Depkeu. Mengundurkan diri itu lebih bagus," kata Ahmad Yani.
Sikap berbeda diajukan anggota angket dari Fraksi Partai Amanat Nasional Tjatur Sapto Edy. Tjatur mengusulkan pansus memanggil mantan Ketua KSSK. "Setelah itu baru rekomendasi," kata Tjatur.
Adapun Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tak menyatakan sikap dengan jelas.
Banyak Pemposan : 383 Poin : 7728 Reputasi : 8 Sejak : 02.12.07 Predikat :
Alumnus
Angkatan Tahun : SATGASMA 1976—1982 Fakultas : FMIPA Profesi | Pekerjaan : IT Consultant Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok Slogan : Tiap sesuatu adalah unik
Subyek: Re: KASUS: Cicak VS Buaya | KPK VS POLRI: Skandal Bank Century dan Keterlibatan Para Petinggi Negara RI 3/1/2010, 18:51
BPK: Century Cacat dalam Kandungan
By Republika Newsroom
JAKARTA--Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri memaparkan dugaan izin merger pembentukan Bank Century dari Bank Indonesia (BI) - pada 2005 - dikeluarkan dengan pelanggaran peraturan BI dan manipulasi informasi. Salah satu manipulasi itu terkait pernyataan Gubernur BI saat itu - Burhanudin Abdullah - mengenai mutlaknya merger dilakukan.
''Setelah kami konfirmasi ke BA, 2 November 2009, dia kaget dan mengatakan tidak ada pernyataan demikian (pernyataan bahwa merger pembentukan Bank Century mutlak dilakukan, red). Karenanya dia membuat testimoni yang membantah hal tersebut,'' kata Hasan, dalam rapat pemeriksaan angket skandal century, Rabu (16/12). Dengan dasar itu, ujar dia, BPK berkesimpulan ada manipulasi informasi dalam merger pembentukan Bank Century pada 2005.
Dalam paparannya, Hasan mengatakan BPK berkesimpulan merger pembentukan Bank Century tidak hati-hati (prudent) karena beberapa dasar. Menurut penelusuran BPK, proses merger pembentukan Bank Century sudah dimulai sejak 2001. Yaitu, adanya rapat dewan gubernur BI pada 27 Juli 2001, dan ada permintaan dari Direktur Pengawasan Bank I BI - SAT - kepada deputi gubernur BI - Anwar Nasution dan Aulia Pohan - untuk memuluskan merger.
Sementara, dalam laporan yang sama disebutkan ada surat berharga senilai 127 dolar Amerika yang dianggap macet oleh pemeriksa BI, yang diubah statusnya menjadi 'lancar' oleh Komite Evaluasi Perbankan (KAP). Surat berharga yang macet harusnya disisihkan sebagai kerugian, dengan konsekuensi nilai aset berkurang dan membutuhkan tambahan modal. ''KAP merekomendasikan surat berharga dikategorikan lancar, tetapi rekomendasi itu belum dibawa ke forum rapat dewan gubernur untuk dimintakan persetujuan,'' kata Hasan.
Selain itu, pemeriksaan BI sepanjang 2002-2003 sudah menemukan beragam pelanggaran. Antara lain terkait devisa netto, pembelian surat berharga fiktif, dan keterlibatan Robert Tantular yang tak lulus uji kelayakan dan kepatutan sebagai pengendali bank CIC pada 1999. ''(Semua data ini berasal) dari laporan BI dan dokumen khusus. Ada pemeriksaan khusus atau rutin dari BI, ketika ada pengajuan proses akuisi bank,'' ujar dia.
Sebelum proses merger, imbuh Hasan, sudah ada proses akuisi Chinkara yang berkedudukan di luar Indonesia, alias kepemilikan asing. Chinkara ini juga belum memenuhi beberapa persyaratan seperti laporan keuangan tiga tahun terakhir - untuk mengetahui bonafiditas perusahaan - dan belum mengantongi rekomendasi dari negara kedudukan hukum perusahaan tersebut.
''Dari uraian singkat tadi, dalam proses merger BPK patut menduga BI telah memberikan izin proses akuisisi dan merger dengan melanggar peraturan dan ada manipulasi informasi terkait rekomendai Burhanudin Abdullah,'' pungkas Hasan.
Terkait persoalan merger ini, anggota pansus yang juga Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta penegasan pendapat BPK apakah bank ini memang sudah bermasalah sejak lahirnya. Pertanyaan tersebut dijawab Ketua BPK Hadi Purnomo. ''Sejak lahir Bank Century sudah cacat ? Tidak Pak. (Tapi) sejak di kandungan sudah cacat,'' jawab Hadi. ann/kpo